Parkir liar, yang kadang-kadang mengenakan biaya secara sewenang-wenang, tetap menjadi ‘musuh’ yang dihadapi bersama oleh masyarakat dan Pemerintah Kota Bandung. Keberadaan praktik parkir ilegal ini terus diperangi, meskipun upaya untuk menuntaskannya belum sepenuhnya berhasil. Seperti bayangan yang sulit dihapus, parkir liar terus mengganggu ketertiban dan kenyamanan kota. Baik warga maupun pemerintah bersatu untuk melawan fenomena ini, berusaha mengembalikan ketertiban dan menjamin ruang publik yang lebih baik.
Plt Kepala Dinas Perhubungan Kota Bandung, Asep Kuswara, mengungkapkan alasan di balik masih banyaknya parkir liar di kota ini. Menurut Asep, praktik parkir ilegal ini akan terus berlanjut jika keberadaan juru parkir tidak resmi tidak segera ditertibkan. Keberadaan mereka ibarat benih yang tumbuh subur di tanah yang tidak terawat, memperparah masalah parkir di Bandung dan menciptakan ketidaknyamanan bagi pengguna jalan.
“Ya karena pelanggar itu diarahkan makanya saya ingin bagaimana caranya mengusir jukir liar,” kata Asep saat dikonfirmasi, Rabu (9/10/2024).
Asep menyatakan bahwa diperlukan langkah-langkah yang memberikan efek jera untuk menertibkan keberadaan juru parkir tidak resmi. Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat agar masalah parkir liar dapat diatasi secara menyeluruh di setiap sudut Kota Bandung. Tanpa sinergi ini, upaya penertiban akan bagaikan mendayung perahu di air tenang perlahan tetapi tidak menghasilkan kemajuan yang berarti. Kerja sama yang solid di antara semua pihak diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang lebih tertib dan nyaman bagi semua pengguna jalan.
“Solusinya seperti apa nanti kita kolaborasi biar mereka paham dan mengerti, tapi harus ada sanksi sampai efek jera. Begitu juga kepada pemilik kendaraan jangan mau diarahkan oleh jukir-jukir liar,” tegasnya.
Dinas Perhubungan Kota Bandung secara rutin melaksanakan penertiban terhadap praktik parkir liar, terutama di bahu-bahu jalan. Dari catatan yang ada, antara Februari hingga September 2024, tercatat sebanyak 272 unit kendaraan yang telah ditertibkan, dengan rincian 246 kendaraan roda dua dan 26 kendaraan roda empat. Upaya ini merupakan langkah konkret dalam menjaga ketertiban dan menciptakan suasana yang lebih aman di jalan raya, serta menunjukkan komitmen pemerintah untuk mengatasi masalah yang mengganggu kenyamanan pengguna jalan.
Selain dilakukan penertiban dengan cara mengangkut kendaraan secara paksa, pemilik kendaraan yang melanggar juga dikenakan denda sebesar Rp 250 ribu untuk roda dua dan Rp 550 ribu untuk roda empat. Pemberian denda ini bertujuan untuk menciptakan efek jera, agar masyarakat lebih sadar dan tidak sembarangan memarkirkan kendaraannya. Dengan demikian, diharapkan masyarakat akan lebih menghargai ruang publik dan mematuhi aturan parkir yang berlaku, sehingga ketertiban dan kenyamanan di lingkungan kota dapat terjaga.
“Mereka mengerti dengan pelanggaran yang dilakukan dan sudah ada efek jera karena harus bayar. Tapi itu bukan masuk ke rekening pribadi tapi ke kas negara kan gitu,” ujarnya.
“Untuk penertiban parkir liar itu, roda dua dan roda empat diangkut. Bayar (derek) Rp 250 ribu untuk roda dua dan Rp 550 ribu roda empat,” lanjutnya.
Menurutnya, penertiban parkir liar dilaksanakan secara berkala di jalur-jalur utama, termasuk Jalan Riau, Jalan Kopo, Jalan Pajajaran, dan Taman Sari. Kegiatan penertiban ini dijadwalkan setiap hari Senin hingga Kamis, serta pada akhir pekan. Dengan pendekatan yang teratur ini, diharapkan dapat menciptakan kesadaran yang lebih besar di kalangan pengguna jalan dan mencegah munculnya praktik parkir ilegal di area-area yang strategis tersebut.
Setelah proses penertiban, kendaraan yang melanggar aturan akan diderek dan dibawa ke Kantor Dinas Perhubungan Kota Bandung. Selanjutnya, pemilik kendaraan diwajibkan untuk membayar denda dengan cara mentransfer jumlah yang ditentukan ke rekening pemerintah. Prosedur ini dirancang untuk memastikan bahwa pelanggaran parkir ditangani secara transparan dan akuntabel, sekaligus memberikan kesempatan bagi pemilik kendaraan untuk memperbaiki kesalahan mereka.
“Tapi itu bukan masuk ke rekening pribadi tapi ke kas negara. Diderek Ke kantor Dishub terus bayarnya ada yang pakai QRIS, ada yang transfer ke BJB. Itu langsung, bukan ke Dishub atau perorangan, tapi ke kas daerah walaupun tidak ditarget,” tutup Asep