Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan percepatan penghentian Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batu bara dalam jangka waktu 15 tahun. Para ahli menyarankan energi nuklir sebagai salah satu solusi bagi kebutuhan energi Indonesia.
Meskipun Indonesia memiliki sinar matahari yang melimpah, Prof. Deendarlianto, Guru Besar Teknik Mesin Universitas Gadjah Mada (UGM), berpendapat bahwa panel surya bukanlah solusi utama untuk kebutuhan energi.
“Kalau solar panel itu kan rule of thumb-nya kan 1 MW itu kan 1 hektar. Kita nggak bisa bayangkan berapa hektar kita butuh kalau semuanya pakai solar panel, ya nggak cukup kan,” katanya.
Terlebih lagi, kebutuhan energi tidak hanya terbatas pada pembangkit listrik. Energi juga diperlukan untuk sektor lain, seperti transportasi.
“Ya kalau kita berpikir solusi terbaik ya nuklir. Seperti yang disampaikan oleh Pak Presiden itu nuklir bagus,” ujar lulusan S3 Universitas Tokushima, Jepang, tersebut.
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) memerlukan beberapa tahapan sebelum beroperasi. Tahapan tersebut meliputi fase lisensi, konstruksi, uji akhir (final test), dan akhirnya fase operasional. Seluruh proses ini setidaknya membutuhkan waktu minimal tujuh tahun.
Saat ini, Indonesia belum memiliki Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Menurut Prof. Deen, pembangunan fasilitas nuklir di Indonesia sejauh ini baru difokuskan pada riset, belum pada pembangkit listrik.
Prof. Deen juga menjelaskan berbagai keunggulan dari penggunaan PLTN. Pertama, PLTN mampu menghasilkan energy density yang sangat tinggi. Kedua, biaya energi yang dihasilkan menjadi relatif rendah. Namun, ia menekankan bahwa masih ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi.
“Ya beberapa masalah saja ya, satu masalah sosial saja, susceptibility masyarakat dan juga investment cost kan cukup besar di awal. Tapi kalau kita committed, semua bisa sih,” ujarnya optimis.
Sebelumnya, diberitakan bahwa Pemerintahan Prabowo Subianto merencanakan pembangunan PLTN sebagai bagian dari diversifikasi bauran energi nasional. Rencananya, akan ada setidaknya 5 GW kapasitas pembangkit tenaga nuklir yang dibangun hingga tahun 2040.
“Jadi ini komitmen dari Indonesia untuk itu. Di samping itu ada 5 Giga Watt lebih dari tenaga nuklir,” kata Ketua Delegasi Indonesia untuk COP 29, Hashim Djojohadikusumo saat diwawancara CNBC Indonesia di sela rangkaian acara COP29 di Baku, Azerbaijan.