Pengecer di Kabupaten Lebak, Banten, mengaku mengalami kebingungan dalam mengurus dokumen administrasi untuk beralih status menjadi sub-pangkalan. Perubahan aturan ini menjadi persyaratan utama bagi mereka yang ingin tetap menjual gas LPG 3 kg, atau yang lebih dikenal sebagai gas melon.
“Belum jualan lagi, diminta mengurus surat-surat dulu, sementara kita bingung ngurusnya gimana,” kata pemilik warung bernama Suryanti saat ditemui di Rangkasbitung, Rabu (5/2/2025).
Suryanti terpaksa menghentikan sementara penjualan gas melon karena belum terdaftar secara resmi sebagai sub-pangkalan. Saat ini, ia masih mencari informasi mengenai prosedur yang harus ditempuh untuk mendapatkan status tersebut.
“Sudah tahu kalau bisa jualan lagi tapi tadi, kita diminta buat surat. Suami masih cari-cari informasi,” tuturnya.
Pemilik warung lainnya di Jalan Siliwangi, Rangkasbitung, Ocah, juga mengungkapkan hal serupa. Ia sudah mengetahui adanya regulasi baru tersebut, namun belum memahami secara rinci bagaimana mekanisme penjualannya.
“Baru tahu di media saja, katanya bakal jadi sub-pangkalan, tapi belum tahu mekanisme jualnya seperti apa,” ujar Ocah.
Saat ini, Ocah belum bisa menjual gas melon di warungnya. Selain karena masih dalam proses pengurusan dokumen, ia juga menunggu pasokan gas dari pangkalan utama.
“Masih nunggu, belum ada pemberitahuan kapan ada gasnya lagi,” tuturnya.
Di sisi lain, Abdul Jamal, pemilik pangkalan resmi di Leuwi Kaum, Muti, menegaskan bahwa hingga kini dirinya belum mendistribusikan gas melon ke pengecer. Hal ini lantaran belum ada pengecer yang telah resmi terdaftar sebagai sub-pangkalan.
“Belum, saya belum jual ke pengecer karena mereka belum jadi sub-pangkalan,” kata Muti.
Muti mengungkapkan bahwa banyak pengecer yang bertanya mengenai proses pendaftaran sebagai sub-pangkalan agar tetap bisa menjual gas melon. Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi ialah kepemilikan Nomor Induk Berusaha (NIB).
“Saya baru bisa jawab (ke pengecer) harus ada NIB, baru itu yang saya tahu, detailnya bagaimana saya juga masih cari informasi,” tuturnya.
Sebagai informasi, Kementerian ESDM sebelumnya menetapkan kebijakan yang melarang pengecer menjual LPG 3 kg mulai Sabtu, 1 Februari 2025. Kebijakan ini diumumkan oleh Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung pada Jumat, 31 Januari 2025.
Namun, penerapan kebijakan ini di lapangan memicu keresahan di tengah masyarakat, karena pasokan gas melon menjadi sulit didapat. Akibatnya, antrean panjang terlihat di berbagai pangkalan.
Setelah kebijakan berjalan selama tiga hari, Presiden Prabowo Subianto akhirnya turun tangan. Ia menginstruksikan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia untuk kembali mengizinkan pengecer menjual LPG 3 kg seperti sebelumnya.
“Ada keinginan dari Kementerian ESDM itu untuk menertibkan harga di pengecer supaya tidak mahal di masyarakat. Namun, setelah komunikasi dengan Presiden, Presiden kemudian telah menginstruksikan kepada ESDM untuk per hari ini mengaktifkan kembali pengecer-pengecer yang ada untuk berjualan seperti biasa,” kata Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad di Jakarta, Selasa (4/2).