Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana memanggil Feby Paramita, putri dari mantan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Direktorat Jenderal Pajak Jakarta, Muhammad Haniv. Pemanggilan ini dilakukan seiring dengan penyelidikan kasus dugaan gratifikasi yang menjerat Haniv sebagai tersangka.
“Penyidik kemungkinan besar akan melakukan upaya pemanggilan,” ujar juru bicara KPK, Tessa Mahardhika, di Gedung KPK, Kamis (6/3/2025).
Namun demikian, KPK masih belum dapat memastikan kapan Feby akan dipanggil. Hal ini disebabkan oleh keberadaannya yang dikabarkan sedang berada di luar negeri.
“Walaupun kita tidak tahu apakah yang bersangkutan dapat hadir atau tidak. Karena yang pertama yang bersangkutan infonya ada di luar negeri,” ucap Tessa.
Dalam penegasan lebih lanjut, Tessa menjelaskan bahwa menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), keluarga inti seorang tersangka memiliki hak untuk tidak memberikan kesaksian. Kendati demikian, jika pemanggilan dilakukan, mereka tetap wajib hadir.
“Apabila dipanggil harus hadir dulu, kalau memang dipanggil. Tetapi dalam proses pemeriksaannya itu ada aturan bila mereka mau memberikan keterangan itu bisa. Tapi sebaliknya pun juga diakomodir secara aturan,” tambahnya.
Kasus Gratifikasi yang Menyeret Muhammad Haniv
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Muhammad Haniv (HNV) sebagai tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi. Tindak pidana ini terjadi dalam rentang waktu saat Haniv masih aktif menjabat, yakni pada periode 2015-2018.
“Pada 12 Februari 2025, KPK menetapkan tersangka HNV selaku PNS pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia atas dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan gratifikasi oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara,” ungkap Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (25/2).
Berdasarkan temuan KPK, Haniv diduga menyalahgunakan wewenangnya untuk meminta sejumlah uang dari berbagai pihak. Dana yang diperolehnya disebut digunakan untuk membiayai bisnis fesyen milik putrinya.
Dengan memanfaatkan posisi serta koneksi yang dimilikinya, Haniv diketahui mengirimkan email kepada sejumlah pengusaha yang merupakan wajib pajak, meminta bantuan dana dengan dalih sebagai sponsor bagi usaha fesyen anaknya.
Menurut Asep, melalui cara ini Haniv berhasil mengumpulkan dana gratifikasi sebesar Rp 804 juta untuk mendukung jalannya bisnis tersebut. Selain itu, KPK juga menemukan fakta bahwa selama masa jabatannya, Haniv menerima uang dalam jumlah yang lebih besar, mencapai belasan miliar rupiah, yang tidak dapat dijelaskan asal-usulnya.
“Bahwa seluruh penerimaan gratifikasi berupa sponsorship pelaksanaan fashion show adalah sebesar Rp 804 juta di mana perusahaan-perusahaan tersebut menyatakan tidak mendapatkan keuntungan atas pemberian uang sponsorship untuk kegiatan fashion show,” jelas Asep.
Atas tindakannya, Haniv disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Saat ini, KPK terus mendalami aliran dana serta keterlibatan pihak lain dalam kasus ini. Dengan nilai gratifikasi yang signifikan, publik menantikan langkah hukum lebih lanjut dari KPK guna mengusut tuntas perkara ini.