Nama Basuki Tjahaja Purnama, atau yang lebih dikenal sebagai Ahok, kembali mencuat ke permukaan dalam polemik dugaan korupsi yang membayangi PT Pertamina. Kasus yang menyoroti tata kelola minyak mentah dan produk kilang ini melibatkan sejumlah petinggi Pertamina dan kontraktor yang beroperasi dalam rentang tahun 2018 hingga 2023. Sebagai mantan Komisaris Utama (Komut) PT Pertamina (Persero) sejak November 2019 hingga Februari 2024, Ahok pun tak luput dari pemeriksaan Kejaksaan Agung (Kejagung).
Pada Kamis, 13 Maret 2025, Ahok menjalani pemeriksaan selama 10 jam, menjawab 14 pertanyaan dari penyidik yang fokus menggali aspek pengawasan terhadap tata kelola minyak mentah dan produk kilang di anak usaha PT Pertamina, yakni Patra Niaga. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar: sejauh mana keterlibatan Ahok dalam perkara yang merugikan negara hingga Rp 193,7 triliun tersebut?
Status Ahok dalam Kasus Ini
Dalam penyelidikan yang masih berlangsung, Ahok ditempatkan sebagai saksi. Ia mengungkapkan keterkejutannya atas sejumlah pertanyaan yang diajukan penyidik, mengindikasikan bahwa ada banyak hal yang tidak diketahuinya selama menjabat sebagai Komut Pertamina.
“Saya juga kaget-kaget, gitu lho. Kok gila juga ya, saya bilang gitu ya,” ujar Ahok kepada awak media di kawasan Kejaksaan Agung, Jakarta.
Sebagai Komisaris Utama, seharusnya Ahok menerima laporan serta hasil audit terkait kinerja perusahaan. Hal ini ditegaskan oleh Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad.
“Saya pikir sebagai komisaris, itu kan kemudian menerima laporan-laporan, kemudian hasil audit yang sudah dilakukan,” kata Dasco di Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur.
Meski begitu, Ahok bersikeras bahwa selama menjabat ia hanya mengetahui laporan yang bersifat positif, tanpa menyadari adanya kejanggalan di tingkat operasional. Ia menjelaskan bahwa perannya sebatas mengawasi dari sudut pandang Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP), yang berorientasi pada perhitungan laba dan rugi.
“Saya cuma sampai memeriksa. Kita tuh hanya memonitoring dari RKAP gitu lho. Nah itu kan untung rugi-untung rugi,” ujar Ahok.
Benarkah Ahok Terlibat?
Hingga saat ini, Kejagung belum menyebut Ahok sebagai pihak yang terlibat langsung dalam praktik korupsi. Meskipun ada indikasi bahwa ia mengetahui alur ekspor minyak dalam kasus ini, penyidik belum menemukan cukup bukti untuk menetapkannya sebagai tersangka.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menegaskan bahwa pemeriksaan terhadap Ahok bertujuan untuk menggali lebih dalam mengenai mekanisme pengawasan yang dilakukan selama ia menjabat.
“Ini kan pemeriksaan saksi jadi tidak semua orang harus jadi tersangka. Jadi, bagaimana pengetahuannya terhadap perbuatan para tersangka. Itu yang difokuskan,” ujar Harli.
Lebih lanjut, Harli juga menyatakan bahwa penyidik memiliki strategi tersendiri dalam mengatur urutan pemeriksaan. Oleh karena itu, Ahok diperiksa terlebih dahulu sebelum jajaran direksi Pertamina.
“Itu bagian dari strategi penyidikan,” tambahnya.
Namun, Kejagung tetap membuka kemungkinan untuk kembali memanggil Ahok guna memberikan keterangan tambahan. Penyidik berencana menggali lebih dalam melalui dokumen-dokumen fisik yang saat ini masih berada di tangan Pertamina. Dalam pemeriksaan sebelumnya, Ahok hanya membawa data dalam bentuk soft copy.
Menanggapi kemungkinan pemanggilan ulang, Ahok menegaskan kesiapannya untuk kembali hadir jika dibutuhkan.
“Kalau butuh saya lagi, ya saya datang lagi, lah,” kata Ahok.
Pandangan Ahok Soal Dugaan Korupsi Pertamina
Pemeriksaan terhadap dirinya, menurut Ahok, bukan hanya soal dugaan pengoplosan Pertamax, tetapi menyentuh isu yang lebih mendalam. Namun, ia memilih untuk tidak mengungkapkan detail kasus ini kepada publik dan menyerahkannya pada proses persidangan.
“Ini yang lebih dalam, kalau pengoplosan langsung ketahuan konsumen. Ini memang ada soal sesuatu yang saya enggak bisa ngomong. Nanti, di sidang pasti penyidik akan ngasih lihat,” kata Ahok.
Meski mengaku telah menemukan indikasi penyimpangan dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Ahok menyatakan bahwa sebagian sudah ia laporkan. Namun, ada beberapa temuan yang tidak terendus sebelumnya.
“Beberapa kita sudah lapor, ada yang kecium, ada yang enggak kecium. Dugaan ya, kita sebutnya dugaan,” ujarnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa selama menjabat sebagai Komut Pertamina, ia telah memberikan berbagai arahan, tetapi tidak semuanya dijalankan oleh jajaran direksi. Oleh karena itu, ia meminta penyidik untuk menggali lebih lanjut kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam eksekusi kebijakan.
“Kalau soal nanti kenapa (arahannya) enggak dikerjakan. Kita ada teguran, ada apa. Bapak (penyidik) tanya sama direksi lah,” imbuhnya.
Perkembangan Hukum Kasus Dugaan Korupsi Pertamina
Sejauh ini, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus ini, enam di antaranya merupakan pejabat tinggi di anak usaha atau subholding Pertamina. Para tersangka berasal dari berbagai divisi, mulai dari PT Pertamina Patra Niaga hingga PT Kilang Pertamina Internasional.
Selain itu, tiga broker minyak juga ditetapkan sebagai tersangka, yakni Muhammad Kerry Adrianto Riza, Dimas Werhaspati, dan Gading Ramadhan Joedo. Mereka semua dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 yang telah direvisi melalui UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dengan penyidikan yang terus berlanjut dan kemungkinan adanya pemanggilan saksi tambahan, publik masih menanti kejelasan lebih lanjut mengenai siapa saja yang benar-benar bertanggung jawab dalam kasus besar ini. Apakah Ahok hanya sekadar saksi, atau ada peran yang lebih jauh dari itu? Waktu dan proses hukum akan menjawabnya.