Langit hukum dan ketertiban di wilayah Tangerang baru-baru ini sedikit dibersihkan dari awan simbol-simbol dominasi kelompok. Sebanyak 72 atribut berbentuk bendera yang dikibarkan oleh sejumlah organisasi kemasyarakatan (ormas) telah dicopot oleh petugas gabungan dari unsur TNI, Polri, serta Satuan Polisi Pamong Praja. Penertiban ini dilakukan di dua wilayah administratif, yaitu Kota dan Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten.
Tindakan ini mendapatkan angin segar dari kalangan legislatif. Wakil Ketua Komisi III DPR, Moh Rano Alfath, menyatakan dukungannya terhadap operasi tersebut. Menurutnya, maraknya pemasangan atribut-atribut ormas secara sembarangan di ruang publik dapat memunculkan ilusi kepemilikan wilayah, yang pada akhirnya menciptakan konflik laten di tengah masyarakat.
“Ya kami di Komisi III memberikan penuh terhadap fenomena yang belakangan marak terjadi, yakni aksi sepihak ormas yang memasang atribut, bendera, atau simbol-simbol tertentu di ruang publik hingga menimbulkan kesan klaim wilayah,” kata Rano kepada wartawan, Selasa (13/5/2025).
Rano menyoroti bahwa kehadiran simbol-simbol tersebut seolah membangun batas-batas semu di ruang yang seharusnya dimiliki bersama. Ia menilai pemasangan atribut tersebut berpotensi menimbulkan keresahan sosial dan merusak sendi-sendi negara hukum yang menjamin kesetaraan ruang bagi seluruh elemen bangsa.
“Ini adalah gejala yang meresahkan karena secara langsung dapat mencederai prinsip negara hukum, mengganggu ketertiban umum, dan menciptakan rasa takut atau tidak nyaman di tengah masyarakat,” ujarnya.
Lebih lanjut, Rano mengapresiasi kesigapan gabungan aparat negara dalam menegakkan aturan secara serempak dan menyeluruh. Baginya, penertiban ini tak hanya bersifat simbolik, namun menjadi bentuk nyata dari peran negara dalam menjaga suasana damai dan inklusif di ruang bersama.
“Langkah yang diambil oleh aparat gabungan TNI, Polri, dan Satpol PP di Tangerang, yang secara serentak menertibkan puluhan atribut ormas di berbagai wilayah, patut diapresiasi. Ini adalah bentuk konkret dari kehadiran negara dalam menjaga ruang publik yang netral, aman, dan inklusif untuk semua warga, tanpa kecuali,” lanjutnya.
Politisi dari Partai Kebangkitan Bangsa ini menekankan bahwa penurunan bendera ormas bukan sekadar menghapus elemen visual dari ruang kota, tetapi juga mengirim pesan yang lebih dalam: negara tidak boleh tunduk pada tekanan kelompok manapun yang mencoba memonopoli ruang sosial. Ia bahkan mengaitkannya dengan potensi gesekan horizontal antarwarga yang bisa muncul akibat atribut-atribut yang digunakan untuk mengintimidasi.
“Terlebih lagi, kita sudah sering menyaksikan bagaimana keberadaan atribut ormas yang dalam beberapa kasus disertai dengan aksi intimidasi justru memperbesar potensi konflik horizontal antarkelompok masyarakat,” imbuhnya.
Rano meyakini bahwa langkah ini akan efektif dalam meredam gangguan terhadap ketenteraman umum, asal dijalankan secara berkelanjutan dan tidak hanya menjadi respons sesaat. Ia menegaskan komitmen DPR dalam mengawasi jalannya penegakan hukum ini agar menjadi bagian dari strategi jangka panjang.
“Penertiban seperti ini, jika dilakukan secara konsisten dan proporsional, sangat efektif untuk meminimalisir potensi gangguan keamanan dan mencegah tindakan-tindakan premanisme berkedok ormas. Tentu Komisi III DPR akan terus mengawal agar tindakan seperti ini tidak hanya bersifat reaktif atau temporer, melainkan menjadi bagian dari strategi penegakan hukum jangka panjang,” katanya.
Meski tegas, Rano tetap mengingatkan agar dalam proses penertiban, aparat negara tetap mengedepankan pendekatan yang bersifat persuasif dan mengedepankan dialog. Ia menekankan pentingnya membedakan antara kelompok yang meresahkan dengan ormas yang benar-benar berniat membangun.
“Tapi pada saat yang sama, negara tidak boleh ragu untuk menindak tegas apabila terdapat pelanggaran hukum, apalagi jika ormas tersebut terbukti meresahkan, melanggar aturan, atau melakukan kekerasan,” pungkasnya.
Sementara itu, penertiban dilakukan aparat secara masif di bawah koordinasi Polres Metro Tangerang Kota. Kapolres Kombes Zain Dwi Nugroho menyampaikan bahwa aksi ini menjangkau 12 wilayah hukum Polsek, dengan wilayah Ciledug dan Benda menjadi titik paling banyak ditemukan bendera ormas—masing-masing sebanyak 18 atribut.
“Penertiban atribut ormas dilakukan secara serentak di 12 wilayah hukum polsek jajaran. Paling banyak ditemukannya atribut ormas adalah di wilayah Ciledug dan Benda, masing-masing terdapat 18 bendera atau atribut ormas itu,” kata Zain, Selasa (13/5).
Zain menegaskan bahwa keberadaan simbol ormas yang menampilkan kesan penguasaan teritorial tidak bisa dibiarkan berlarut-larut, karena berpotensi mengikis rasa aman warga. Ia memastikan bahwa langkah penertiban dilakukan dengan ketegasan namun tetap mengedepankan sisi kemanusiaan.
“Tidak boleh ada simbol ormas yang mengintimidasi atau menciptakan kesan penguasaan wilayah. Penertiban ini juga sebagai bentuk kehadiran negara terhadap semua kelompok. Kami lakukan ini secara tegas namun tetap humanis,” jelasnya.
Langkah tegas ini menjadi pengingat bahwa ruang publik adalah milik bersama, bukan arena adu pengaruh atau tempat menyebarkan ketakutan. Di bawah payung hukum dan kewibawaan negara, ketertiban dan kedamaian diupayakan untuk tetap menjadi milik seluruh rakyat tanpa terkecuali.