Sebuah riset mutakhir mengungkap fakta mengejutkan bahwa 28 kota terpadat di Amerika Serikat—termasuk megakota New York, Chicago yang sibuk, Dallas yang berkembang pesat, dan Denver yang ikonik—mengalami penurunan permukaan tanah dengan kecepatan antara dua hingga sepuluh milimeter per tahun. Fenomena ini bagaikan air yang meresap pelan-pelan ke dalam pasir, perlahan tapi pasti menggerus fondasi kehidupan perkotaan.
Menggunakan teknologi penginderaan jauh berbasis radar satelit, para ilmuwan dari Virginia Polytechnic Institute and State University berhasil menciptakan peta detail dengan resolusi tinggi yang memetakan titik-titik rawan penurunan tanah di pusat-pusat urban di seluruh negeri Paman Sam.
Texas menjadi sorotan utama dalam studi ini, karena kota-kotanya memperlihatkan tingkat amblas tanah yang paling mencolok. Houston, misalnya, terpantau sebagai wilayah dengan laju penurunan tanah tertinggi. Hampir 40% area kota tersebut mengalami penurunan tanah lebih dari lima milimeter setiap tahunnya, sedangkan 12% lainnya turun hingga sepuluh milimeter—angka yang dapat diibaratkan seperti fondasi yang pelan-pelan terkikis tanpa suara.
“Bahkan sedikit pergeseran tanah ke bawah dapat secara signifikan membahayakan integritas struktural bangunan, jalan, jembatan, dan rel kereta api dari waktu ke waktu,” tegas Leonard Ohenhen, penulis utama dari studi tersebut. Ungkapan ini menggambarkan bagaimana tanah yang merosot sedikit demi sedikit dapat menjadi duri dalam daging bagi struktur fisik kota.
Penurunan tanah bukanlah fenomena langka di seluruh dunia. Berbagai wilayah mengalami gejala serupa akibat proses geologi yang alami dan tak terelakkan. Namun, penelitian Virginia Tech menemukan fakta mengkhawatirkan: 80% dari penurunan tanah di wilayah perkotaan Amerika Serikat disebabkan oleh pengambilan air tanah secara berlebihan. Layaknya mengambil air dari sumur yang tidak diisi ulang, hal ini menimbulkan kekosongan yang membuat tanah runtuh.
Seiring dengan laju urbanisasi yang terus meningkat, permasalahan ini berpotensi bertambah pelik. Kota-kota pesisir memang menjadi perhatian utama karena risiko kenaikan permukaan laut yang diperparah oleh perubahan iklim. Namun, kota-kota yang berada jauh di pedalaman pun tidak luput dari ancaman. Penurunan tanah membuat mereka lebih rentan terhadap risiko banjir, seolah-olah mereka perlahan-lahan tenggelam dalam arena mereka sendiri.
Lebih parah lagi, penurunan tanah yang tidak seragam di berbagai sudut kota dapat mengganggu kestabilan infrastruktur. Kondisi ini dapat disamakan seperti sebuah meja yang kakinya tidak sama panjang, menyebabkan goyangan yang berpotensi merusak barang-barang di atasnya.
“Sifat laten dari risiko ini berarti bahwa infrastruktur dapat terganggu secara diam-diam dari waktu ke waktu dengan kerusakan yang baru terlihat ketika kerusakannya parah atau berpotensi menimbulkan bencana,” jelas Manoochehr Shirzaei, profesor di Virginia Tech. Pernyataan ini menggambarkan ancaman tersembunyi yang merayap pelan namun pasti, hingga akhirnya mencapai titik kritis yang berbahaya.
Kondisi ini menjadi peringatan keras bagi para pengambil kebijakan dan masyarakat luas agar lebih memperhatikan pengelolaan sumber daya air dan memperkuat fondasi kota demi menghindari keruntuhan yang bisa menimpa wilayah-wilayah terpenting di Amerika Serikat.