Gelombang unjuk rasa besar-besaran dari para pengemudi ojek daring kembali mengguncang ibu kota. Tuntutan utama mereka kali ini berfokus pada pemangkasan potongan biaya layanan aplikasi dari 20% menjadi 10%, yang dinilai memberatkan mitra pengemudi dan menggerus pendapatan harian mereka secara signifikan.
Aksi yang dilakukan oleh para pelaku transportasi daring ini tak hanya menyuarakan protes, tapi juga menjadi sinyal keras bagi pemerintah dan perusahaan penyedia aplikasi untuk duduk bersama dan menyusun ulang peta jalan kemitraan yang lebih adil.
Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Syaiful Huda, menyoroti serius permasalahan ini. Ia mendorong otoritas terkait untuk menyelidiki lebih dalam skema pembagian pendapatan yang diterapkan oleh aplikator, yang diduga melampaui ambang batas yang ditetapkan dalam regulasi.
“Kami mendorong pemerintah untuk melakukan investigasi terkait dugaan pelanggaran Kemenhub Nomor KP 1001/2022 terkait besaran potongan biaya aplikasi yang melebihi 20% bahkan klaim pengemudi mencapai 70%,” ujar Huda dalam pernyataannya, Senin (19/5/2025).
Menurutnya, persoalan yang lebih krusial juga terletak pada sistem tarif prioritas, di mana mitra yang membayar lebih atau memenuhi syarat tertentu mendapatkan lebih banyak pesanan. Ia menganggap praktik tersebut melemahkan prinsip keadilan di antara para pengemudi.
“Karena tipisnya margin keuntungan,” ucapnya.
Huda menegaskan bahwa pemerintah perlu segera menginisiasi ruang diskusi yang terbuka dan mendalam antara para pemangku kepentingan. Dialog tersebut diharapkan bisa menghasilkan format kerja sama yang saling menguntungkan, seperti membangun keseimbangan ekosistem digital transportasi.
“Mendorong keuntungan dari ekosistem layanan transportasi berbasis digital untuk kesejahteraan mitra pengemudi maupun merchant. Misalnya 20% keuntungan bersih digunakan untuk mendirikan koperasi mitra,” lanjut Huda.
Sementara itu, ratusan bahkan ribuan armada ojek dan taksi daring dari berbagai kota di Jawa, sebagian Sumatra, serta wilayah Jabodetabek, telah mulai memadati titik-titik kumpul di lima wilayah DKI Jakarta. Mereka berasal dari berbagai komunitas dan asosiasi pengemudi yang bersatu dalam aksi damai hari ini.
“Diperkirakan akan dihadiri lebih dari 25 ribu massa ojol dari berbagai penjuru kota di Jawa dan sebagian Sumatera serta Jabodetabek yang secara bergelombang telah masuk wilayah Jakarta, dan bergabung di beberapa titik-titik basecamp komunitas ojol di 5 wilayah Jakarta,” ungkap Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia, Raden Igun Wicaksono.
Aksi protes ini tidak dilakukan dengan turun ke jalan semata, melainkan melalui cara yang lebih sistemik: mematikan aplikasi sebagai bentuk penolakan layanan total selama satu hari penuh.
“Serta akan dilakukannya pelumpuhan pemesanan penumpang, pemesanan makanan dan pengiriman barang melalui aplikasi secara massal dengan cara mematikan aplikasi pada hari Selasa, 20 Mei 2025 mulai jam 00.00 sampai dengan jam 23.59 WIB,” katanya.
Berikut lima poin tuntutan utama yang mereka suarakan:
- Mendesak Presiden RI dan Menteri Perhubungan untuk menjatuhkan sanksi tegas kepada perusahaan aplikasi yang terbukti melanggar regulasi, khususnya Permenhub PM No.12 Tahun 2019 dan Kepmenhub KP No.1001 Tahun 2022.
- Meminta Komisi V DPR RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat gabungan antara Kemenhub, asosiasi pengemudi, dan perusahaan aplikator.
- Menuntut agar potongan biaya aplikasi diturunkan menjadi maksimal 10%.
- Merevisi tarif penumpang dan menghapus skema seperti tarif “aceng”, “slot”, “hemat”, hingga “prioritas” yang dinilai tidak adil.
- Menetapkan tarif yang transparan dan adil untuk layanan makanan serta pengiriman barang, dengan melibatkan regulator, aplikator, asosiasi pengemudi, dan lembaga konsumen seperti YLKI.
Aksi ini menjadi semacam panggilan keras dari para pengemudi kepada pemerintah dan aplikator, bahwa di tengah derasnya arus digitalisasi, masih ada jeritan dari mereka yang menggerakkan roda ekonomi rakyat secara nyata di jalanan. Kini, bola panas ada di tangan regulator dan perusahaan aplikasi untuk menjawab tuntutan tersebut dengan solusi, bukan sekadar janji.