Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa banyak generasi muda yang menggunakan utang melalui skema buy now pay later (BNPL) atau paylater. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen (PEPK), Friderica Widyasari Dewi. Fenomena ini menunjukkan meningkatnya minat generasi muda dalam menggunakan layanan keuangan yang memungkinkan mereka untuk berbelanja tanpa membayar di muka.
Perempuan yang akrab disapa Kiki menyatakan bahwa fenomena mengutang melalui paylater ini menjadi perhatian serius bagi regulator di seluruh dunia. Ia juga mengingatkan akan bahaya dari fenomena seperti fear of missing out (FOMO), You Only Live Once (YOLO), dan doom spending, yang dapat memicu perilaku berutang di kalangan masyarakat, terutama generasi muda. Kiki menekankan pentingnya kesadaran dan pengelolaan keuangan yang bijak untuk menghindari jebakan utang yang tidak perlu.
“Anak muda ini Fomo, kalau nggak ikut khawatir dibilang ketinggalan zaman, terus Yolo. Katanya sekarang tren baru doom spending, belanja serasa mau kiamat. Jadi, anak muda ini kemudian membelanjakan yang dimiliki seolah tidak ada hari besok. Paling gawat belanjanya bukan dari uang yang dimiliki, tapi dari uang yang utangan tadi,” kata Kiki dalam acara Like It yang dilansir dari Youtube OJK, Sabtu (5/10/2024)
Selain itu, ada juga fenomena pemberian penghargaan atau rewards yang instan. Kiki menekankan bahwa hal ini sangat berbahaya bagi generasi muda, terutama bagi mereka yang belum memiliki penghasilan sendiri. Pemberian rewards yang mudah dapat mendorong perilaku konsumtif dan berutang, sehingga meningkatkan risiko masalah keuangan di masa depan.
Menurutnya, fenomena tersebut dapat membuat generasi muda semakin gemar berutang. Hal ini diperburuk dengan kemudahan akses untuk mendapatkan pinjaman, terutama berkat perkembangan teknologi yang pesat, seperti pinjaman online dan layanan paylater. Kemudahan ini seringkali membuat mereka kurang mempertimbangkan dampak jangka panjang dari utang yang diambil.
“Karena dengan ada pinjol, paylater sangat mudah anak muda kita bisa mendapatkan pinjaman kemudian membelikan barang yang tidak produktif,” terangnya.
Berdasarkan data yang disampaikan, sebagian besar pengguna paylater berasal dari generasi Z dengan rentang usia 26-35 tahun. Rincian pengguna paylater menunjukkan bahwa 26,5% berusia 18-25 tahun, 43,9% berada di kelompok usia 26-35 tahun, dan 21,3% berusia 36-45 tahun. Selain itu, 7,3% pengguna berusia 46-55 tahun, sementara hanya 1,1% pengguna paylater yang berusia di atas 55 tahun. Data ini mencerminkan dominasi generasi muda dalam penggunaan layanan paylater.
Sebagian besar penggunaan paylater difokuskan pada gaya hidup, dengan kategori fesyen mendominasi sebesar 66,4%. Selain itu, perlengkapan rumah tangga menyumbang 52,2%, diikuti oleh elektronik dengan persentase 41%. Penggunaan untuk laptop atau ponsel mencapai 34,5%, sementara perawatan tubuh mencatat angka sebesar 32,9%. Data ini menunjukkan tren konsumsi yang kuat di kalangan pengguna paylater, terutama dalam pengeluaran yang berkaitan dengan gaya hidup.