Kasus pencurian emas seberat 37 gram telah mengguncang komunitas di Desa Pelayangan, Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon. Hal ini menimbulkan kehebohan di kalangan warga karena aksi pencurian tersebut dilakukan oleh sekelompok individu yang mengklaim diri mereka sebagai tenaga kesehatan (nakes). Penipuan ini bak sebuah film thriller, di mana para pelaku menggunakan identitas yang dipercaya untuk menipu dan mencuri, mengecoh warga dengan penampilan dan gelar yang seharusnya membawa rasa aman.
Dengan mengandalkan rekaman dari kamera pengawas yang terpasang di lokasi kejadian, Satuan Reskrim Polresta Cirebon berhasil menangkap komplotan pelaku pencurian tersebut. Rekaman ini menjadi kunci dalam mengungkap identitas mereka, seperti peta yang menuntun pihak kepolisian menuju jejak para pelaku, sehingga dapat membawa mereka ke jeratan hukum.
Kapolresta Cirebon, Kombes Pol Sumarni, mengungkapkan bahwa pelaku yang berhasil ditangkap terdiri dari tiga wanita berinisial DF, KP, dan NA. Mereka tidak beraksi sendiri, melainkan dibantu oleh dua pria berinisial AS yang berperan sebagai sopir, serta DI yang bertugas untuk mengalihkan perhatian korban dengan melakukan pemeriksaan kesehatan. Taktik ini menunjukkan betapa cerdiknya mereka dalam merancang strategi penipuan, menggunakan kedok profesionalisme untuk mencapai tujuan kriminal mereka.
“Dari hasil keterangan pelaku, memang sudah beberapa kali melakukan hal sama di daerah lainnya,” ungkap Sumarni, Jumat (18/10/2024).
Ia menambahkan bahwa setelah melaksanakan aksinya, para pelaku segera melarikan diri. Dalam tindakan tersebut, mereka berhasil mencuri emas seberat 37 gram, yang diperkirakan bernilai sekitar Rp25 juta.
“Kerugian korban ditaksir kurang lebih Rp25 juta akibat emasnya digasak oleh para pelaku,” ucapnya.
Setelah itu, polisi segera melakukan pengejaran. Tiga pelaku wanita berhasil ditangkap di daerah Bekasi, Jawa Barat. Sementara itu, dua pria lainnya berhasil diamankan di Pelabuhan Merak setelah berusaha melarikan diri menuju Pulau Sumatera. Upaya pelarian mereka terhenti berkat ketangkasan petugas yang tidak memberikan celah untuk meloloskan diri.
“Para pelaku dikenakan pasal 363 ayat (1) ke 4 e KUHPidana dengan ancaman hukuman penjara paling lama 7 tahun,” jelasnya.
Salah satu pelaku wanita berinisial DF mengaku bahwa mereka telah melakukan aksi serupa di berbagai daerah sebelumnya. “Iya, sudah beberapa kali di daerah lain,” ungkapnya, mengindikasikan bahwa tindakan kriminal ini bukanlah yang pertama bagi mereka. Pengakuan ini menunjukkan bahwa mereka memiliki pola tindakan yang terencana dan berulang.
Ia juga mengungkapkan bahwa uang hasil dari tindak kejahatan tersebut dibagi rata dengan pelaku lainnya. DF menjelaskan bahwa tindakan nekatnya ini didorong oleh keadaan ekonomi yang mendesak. Desakan untuk memenuhi kebutuhan hidup membuatnya memilih jalan pintas yang berisiko tinggi, seolah-olah terperangkap dalam lingkaran setan yang sulit untuk dihindari.
“Kepepet soal ekonomi, jadi ya ikut sama mereka (pelaku lainnya) buat pake cara ini,” pungkasnya.
Dalam berita sebelumnya, Murni (55), yang merupakan korban, menceritakan bahwa peristiwa tersebut bermula ketika sekelompok orang datang ke rumahnya mengenakan pakaian berwarna putih dan mengklaim sebagai petugas dari Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon. Penampilan mereka yang menyerupai tenaga kesehatan membuat Murni merasa percaya dan tidak curiga, sehingga ia terjebak dalam aksi penipuan yang merugikannya.
“Awalnya saya memang lagi di dalam rumah, tapi ada empat orang tiga perempuan satu laki-laki yang dateng pake baju putih katanya dari Dinas Kesehatan,” ujarnya, Rabu (9/10/2024).
Dengan dalih ingin melakukan pengecekan kesehatan kepada dirinya, akhirnya korban memperkenankan para pelaku ini masuk ke dalam rumah untuk melakukan pengecekan kesehatan.
“Iya pas disini (ruang tamu) mereka cek kesehatan saya, terus mereka juga terapi saya terus nyuruh saya baring,” bebernya.
Ketika proses terapi berlangsung, salah satu pelaku meminta korban untuk melepas beberapa perhiasan yang dikenakannya, dengan alasan bahwa hal itu diperlukan agar terapi dapat berjalan dengan lancar. Permintaan ini membuat korban merasa tidak curiga, sehingga ia dengan mudah menyerahkan perhiasan tersebut tanpa menyadari niat jahat di balik tindakan pelaku.
“Waktu diterapi saya nurut aja, soalnya dibilang kalau pake perhiasan bisa nyetrum waktu diterapi soalnya waktu diterapi pake alat,” ucap Murni.
Setelah sesi terapi selesai dan para pelaku meninggalkan tempatnya, ia baru menyadari bahwa cincin dan gelang seberat 37 gram miliknya telah berhasil dicuri oleh mereka. Kesadaran akan kehilangan ini datang seperti petir di siang bolong, menyadarkan korban akan penipuan yang baru saja terjadi dan betapa mudahnya ia terjebak dalam aksi jahat tersebut.
“Saya baru sadar cincin saya sama gelang enggak ada itu setelah mereka (pelaku) pergi,” paparnya.