Otoritas Iran menegaskan bahwa pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) bukanlah urusan mereka, dan hasilnya, terlepas siapa yang menang, tidak akan membawa perubahan signifikan dalam kebijakan Teheran. Pernyataan ini dikeluarkan setelah mantan Presiden Donald Trump berhasil memenangkan pilpres AS.
Wakil Panglima Korps Garda Revolusi Iran (IRGC), Ali Fadavi, seperti yang dilaporkan oleh Reuters dan Al Arabiya, menegaskan bahwa Teheran siap menghadapi konfrontasi dengan Israel dan tidak menutup kemungkinan untuk serangan pendahuluan oleh AS dan Israel.
Trump mengklaim kemenangan dalam pilpres 5 November lalu, mengalahkan rivalnya, Wakil Presiden Kamala Harris. Kemenangan ini menandai kembalinya dia ke arena politik setelah empat tahun absen sejak meninggalkan Gedung Putih.
Juru bicara pemerintah Iran, Fatemeh Mohajerani, menegaskan bahwa hasil pilpres AS tidak akan mempengaruhi kehidupan rakyat Iran.
“Pemilu AS sebenarnya bukan urusan kami. Kebijakan kami stabil dan tidak berubah berdasarkan individu. Kami telah membuat prediksi yang diperlukan sebelumnya dan tidak akan ada perubahan dalam kehidupan masyarakat,” ucap Mohajerani dalam pernyataannya seperti dikutip kantor berita Tasnim.
Menurut pejabat dari negara-negara Arab dan Barat yang diungkapkan kepada Reuters, Trump diperkirakan akan mengembalikan “kebijakan tekanan maksimum” dengan meningkatkan sanksi terhadap industri minyak Iran. Selain itu, dia juga mungkin akan memberi dukungan kepada Israel untuk menyerang situs nuklir Teheran dan bahkan melakukan “pembunuhan yang ditargetkan”.
Ketika pertama kali menjabat sebagai Presiden AS beberapa tahun lalu, Trump mengembalikan sanksi-sanksi terhadap Iran setelah menarik Amerika Serikat dari kesepakatan nuklir 2015 antara Teheran dan negara-negara besar. Langkah tersebut diambil dengan tujuan untuk membatasi program nuklir Iran, dengan imbalan akses ekonomi yang sebelumnya dijanjikan dalam kesepakatan tersebut.
Kembalinya sanksi AS pada tahun 2018 berdampak besar terhadap ekspor minyak Iran, mengurangi pendapatan pemerintah dan memaksa Teheran mengambil langkah-langkah yang tidak populer, seperti menaikkan pajak dan menjalankan defisit anggaran yang besar. Kebijakan ini berkontribusi pada lonjakan inflasi tahunan yang hampir mencapai 40 persen.
Mata uang nasional Iran, menurut situs pelacakan Bonbast.com, mengalami pelemahan akibat prospek kepresidenan Trump, bahkan mencapai rekor terendah sepanjang masa, yakni 700.000 Rial Iran per dolar AS di pasar bebas.