Selebgram sekaligus sosialita Helena Lim menghadiri sidang pembacaan pleidoi (nota pembelaan) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Kamis (12/12).
Sidang tersebut terkait kasus dugaan korupsi tata niaga timah yang menyeret namanya sebagai salah satu terdakwa.
Dalam pleidoinya, Helena Lim membantah tegas tuduhan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung yang menyatakan bahwa PT Quantum Skyline Exchange (QSE), perusahaan yang dikelolanya, berperan sebagai alat pengumpul dana hasil kerja sama smelter.
“Saya menolak keras tuduhan tersebut,” ujar Helena Lim, seperti dikutip dari Antara.
Helena menyatakan bahwa pembelian valuta asing oleh terdakwa Harvey Moeis dan pihak lainnya adalah transaksi nyata, bukan fiktif, serta bukan bagian dari pengumpulan dana ilegal.
Menurutnya, keuntungan dari transaksi tersebut setara dengan margin usaha money changer biasa.
“Tidak ada keuntungan lebih yang bisa dijadikan dasar tuduhan bahwa saya atau PT QSE berperan sebagai pengumpul dana keuntungan kerja sama smelter,” tegas Helena.
Helena juga mengakui adanya kelalaian administratif sebelum ia mengenal Harvey Moeis, namun menolak terlibat dalam urusan smelter atau kerja sama Harvey dengan PT Timah Tbk.
“Dijadikan Talenan Jaksa”
Helena, yang dikenal dengan julukan “Crazy Rich PIK,” mengungkapkan kekecewaannya terhadap jaksa yang menurutnya tidak adil dalam memproses kasus ini.
“Hanya karena saya seorang figur publik, saya dijadikan talenan oleh jaksa,” ucapnya.
Sebelumnya, JPU Kejaksaan Agung menuntut Helena Lim dengan hukuman 8 tahun penjara atas dugaan korupsi yang merugikan negara hingga Rp300 triliun.
Ia diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Selain hukuman penjara, Helena juga dituntut membayar denda Rp1 miliar atau subsider pidana kurungan selama 1 tahun. Tidak hanya itu, ia diwajibkan membayar uang pengganti senilai Rp210 miliar dengan mempertimbangkan aset-aset yang telah disita.
Tuduhan Pencucian Uang
Jaksa juga mendakwa Helena melakukan pencucian uang melalui pembelian barang mewah seperti tas desainer, mobil, hingga properti untuk menyamarkan asal-usul dana haram.
Total dugaan kerugian negara mencapai Rp300 triliun akibat tata niaga ilegal di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk dari tahun 2015 hingga 2022.
Kasus ini melibatkan sejumlah smelter swasta, termasuk CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa, yang diduga menggunakan dana CSR untuk aktivitas ilegal.
Sidang selanjutnya akan menjadi momen bagi majelis hakim untuk memutuskan nasib Helena Lim dalam kasus ini.