Pemerintah Provinsi Lampung kembali mengirimkan surat pemberitahuan kepada warga yang menempati lahan milik pemerintah di kawasan Sabah Balau, Lampung Selatan.
Surat tersebut, yang diterima masyarakat pada Selasa, 17 Desember 2024, meminta warga mengosongkan tanah tersebut dalam waktu dua hari.
Namun, hingga Jumat, 20 Desember 2024, situasi di area Jl. Malay Raya, Sukarame Baru (lokasi SMAN 12 Bandar Lampung) hingga Jl.
Pendidikan di Sabah Balau tetap tenang tanpa tanda-tanda adanya penertiban. Warga masih bertahan di lahan tersebut tanpa ada aktivitas pengosongan.
Di lokasi, terlihat dua spanduk yang menunjukkan sikap warga terkait masalah ini. Salah satu spanduk di Jl. Prof. Dr. Hamka dan Jl.
Malay Raya menyebutkan bahwa status tanah eks-HGU PTP X (kini PTPN VII) masih dalam proses hukum di tingkat kementerian.
Spanduk ini juga melarang aktivitas jual beli atau pembangunan di lahan tersebut.
Sementara itu, spanduk lain di Jl. Pendidikan menegaskan sikap warga Sabah Balau/Kampung Kepala Burung. Dalam spanduk tersebut, warga menyatakan:
- Menolak pemaksaan, pemerasan, dan pengosongan lahan.
- Tidak setuju tanah mereka dijadikan kavling pemprov.
- Berkomitmen mempertahankan hak atas tanah yang dianggap milik mereka secara sah.
Salah satu warga, Legiem (70) atau Muluk, mengaku telah menerima pemberitahuan serupa berkali-kali.
Terakhir, ia menerima surat pada 17 Desember 2024, tetapi hingga kini tak ada tindakan pengosongan.
“Saya tinggal di sini sejak tahun 2000. Waktu itu, tanah saya beli seharga Rp3 ribu lengkap dengan Surat Keterangan Tanah. Dulu tanahnya rawa, belum ada jalan. Warga di sini yang bersama-sama membukanya,” kata Muluk.
Ia menyampaikan kekhawatirannya jika penggusuran benar-benar dilakukan. Sebagai seorang penjual daun genjer dan kangkung untuk menyambung hidup, Muluk berharap pemerintah memberikan solusi berupa tempat tinggal baru.
“Kalau mau digusur, kasih tempat tinggal dulu. Saya bukan orang mampu. Masa harus tinggal di bawah jembatan?” keluhnya.
Sementara itu, Kepala Satpol-PP Lampung M. Zulkarnain belum memberikan tanggapan terkait rencana penertiban tersebut.
Sebelumnya, Kabid Aset BPKAD Lampung Meydiandra Eka Putra menyebut bahwa lahan seluas empat hektare dengan 36 kepala keluarga akan menjadi prioritas tahap pertama penertiban.
Lahan tersebut akan digunakan untuk perluasan Kebun PKK Agropark.