Penyidik Corruption Investigation Office (CIO) for High-ranking Officials di Korea Selatan memastikan akan menindaklanjuti surat perintah penangkapan terhadap Presiden Yoon Suk Yeol. Saat ini, Yoon telah diberhentikan sementara dari jabatannya setelah pemakzulan oleh parlemen.
Menurut laporan AFP pada Rabu (1/1/2025), penyidik CIO menegaskan akan mengeksekusi surat perintah penangkapan terhadap Yoon terkait pernyataannya mengenai darurat militer, dan hal itu akan dilakukan sebelum batas waktu 6 Januari 2025.
Pendukung dan penentang Yoon telah mendirikan kemah di luar kompleks tempat dia bersembunyi selama beberapa minggu. Tindakan ini diambil Yoon untuk menghindari upaya pemeriksaan yang dilakukan terhadap dirinya.
Setelah Yoon mangkir dari interogasi untuk ketiga kalinya, CIO telah mengajukan surat perintah penangkapan. Namun, pelaksanaan penangkapan masih belum pasti, mengingat Dinas Keamanan Presiden sebelumnya menolak untuk mematuhi surat perintah penggeledahan yang dikeluarkan.
Kepala CIO, Oh Dong-woon, menyatakan bahwa surat perintah penangkapan tersebut akan dilaksanakan “dalam batas waktu” yang ditetapkan, yaitu pada hari Senin, 6 Januari.
“Kami ingin proses berjalan lancar tanpa gangguan besar, tetapi kami juga berkoordinasi untuk memobilisasi polisi dan personel sebagai persiapan,” katanya kepada wartawan.
Dia juga memperingatkan bahwa siapa pun yang berusaha menghalangi upaya pihak berwenang untuk menangkap Yoon dapat menghadapi tuntutan hukum. Menurutnya, penangkapan Yoon tidak boleh diganggu gugat oleh siapapun.
“Kami menganggap tindakan seperti mendirikan berbagai barikade dan mengunci gerbang besi untuk melawan pelaksanaan surat perintah penangkapan kami sebagai penghalangan tugas resmi,” katanya.
“Siapa pun yang melakukan ini dapat dituntut dengan tuduhan penyalahgunaan wewenang, mengganggu pelaksanaan hak, dan penghalangan tugas resmi dengan cara khusus,” tambahnya.
Tim hukum Yoon menyebut perintah penangkapan tersebut sebagai ‘ilegal dan tidak sah’, serta berjanji akan mengajukan permohonan ke pengadilan untuk membatalkannya. Sementara itu, para pendukung Yoon menggelar unjuk rasa sebagai bentuk protes terhadap surat perintah tersebut.
Polisi dikerahkan dalam jumlah besar ke kawasan tersebut dan terlihat menginstruksikan para pengunjuk rasa untuk tetap berbaris. Sebuah video memperlihatkan situasi tegang, di mana kelompok pengunjuk rasa pro-Yoon berdiri di satu sisi dan kelompok anti-Yoon di sisi lainnya, sementara polisi berusaha menahan keduanya di tengah-tengah.
Pada tahun 2000 dan 2004, pejabat Korea Selatan sebelumnya gagal melaksanakan surat perintah penangkapan terhadap anggota parlemen, karena anggota partai dan pendukungnya menghalangi polisi untuk masuk selama tujuh hari berturut-turut, yang menyebabkan surat perintah tersebut kadaluarsa.
Yoon telah dicopot dari jabatannya sebagai presiden oleh parlemen dan kini menghadapi tuntutan pidana terkait pemberontakan, yang dapat mengarah pada hukuman penjara seumur hidup atau bahkan hukuman mati.
Pada Rabu (1/1), sebagian besar staf Yoon yang tersisa, termasuk kepala staf, sekretaris senior, dan penasihat khusus, mengajukan pengunduran diri mereka kepada Penjabat Presiden Choi Sang-mok. Presiden yang diskors tersebut sebelumnya mengumumkan darurat militer dalam pidato televisi tanpa pemberitahuan, menyatakan bahwa undang-undang tersebut bertujuan untuk memberantas ‘elemen anti-negara’. Namun, pada 3 Desember 2024, anggota parlemen segera bergegas ke parlemen untuk menolaknya.
Pada saat yang sama, pasukan bersenjata lengkap melakukan serbuan ke gedung, memanjat pagar, memecahkan jendela, dan mendarat menggunakan helikopter. Sementara itu, Mahkamah Konstitusi Korea Selatan akan memutuskan apakah pemakzulan Yoon sah atau tidak.
Kekacauan semakin memuncak pada akhir minggu lalu, ketika pengganti Yoon, Han Duck-soo, juga dimakzulkan oleh parlemen karena gagal menandatangani rancangan undang-undang yang akan menyelidiki pendahulunya. Choi, yang mulai menjabat pada hari Jumat, segera terperosok ke dalam bencana besar dengan jatuhnya pesawat Jeju Air pada hari Minggu, yang mengakibatkan 179 orang tewas.
Pada hari Selasa, Choi menunjuk dua hakim baru ke Mahkamah Konstitusi yang menangani kasus pemakzulan Yoon, sebagai upaya untuk memenuhi tuntutan utama dari pihak oposisi.