Di Bandara Soekarno-Hatta, polisi berhasil menghentikan upaya pengiriman pekerja migran ilegal ke luar negeri. Sebanyak tujuh orang perekrut yang terlibat dalam aksi tersebut telah diamankan oleh pihak berwajib.
“Ketujuh orang itu adalah perekrut CPMI (calon pekerja migran Indonesia) dan yang membantu segala proses keberangkatan para CPMI yang dilakukan secara nonprosedural atau tidak sesuai dengan prosedur seperti yang diatur dalam peraturan Kementerian Ketenagakerjaan dan peraturan-peraturan lainnya,” kata Kapolresta Bandara Soekarno-Hatta Kombes Ronald FC Sipayung, dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (16/1/2025).
Para tersangka yang ditangkap terdiri atas tujuh orang, dengan rincian empat pria: K (33), AT (34), AD (24), dan LS (43); serta tiga wanita: R (64), DSK (54), dan IA (36).
Para tersangka merekrut korban dari berbagai wilayah, termasuk Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Jakarta. Mereka menjanjikan pekerjaan di sejumlah negara di Asia hingga Timur Tengah.
“Di Timur Tengah itu ada tujuannya UEA, kemudian tujuan berikutnya ada yang ke Singapura, Thailand, Korea Selatan, dan Oman,” ucapnya.
Kombes Ronald Sipayung menyampaikan bahwa pengungkapan kasus ini selaras dengan Asta Cita Program Presiden Prabowo yang menitikberatkan pada pemberantasan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) sekaligus menjadi langkah pencegahan untuk melindungi korban dari perdagangan manusia.
Ronald menambahkan bahwa saat ini ketujuh tersangka telah ditahan. Selain itu, polisi masih terus mengejar sembilan tersangka lainnya yang terlibat dalam kasus ini.
Iming-iming Gaji Rp 20 Juta
Kasat Reskrim Polresta Bandara Soekarno-Hatta, Kompol Yandri Mono, menjelaskan bahwa kasus ini terungkap setelah pihaknya menerima informasi tentang rencana keberangkatan sejumlah orang ke luar negeri tanpa dokumen resmi. Menindaklanjuti laporan tersebut, Tim Satreskrim Polresta Bandara Soekarno-Hatta melakukan observasi dan penyelidikan, yang akhirnya berhasil menangkap tujuh tersangka.
“Adapun peran-peran tersangka ini terbagi-bagi, ada yang kemudian bertugas sebagai perekrut, ada yang kemudian dia bertugas untuk membantu keberangkatan, dan ada yang bertugas menyalurkan tenaga kerja di luar negeri,” kata Yandri.
Yandri mengungkapkan bahwa para korban dijanjikan pekerjaan di luar negeri dengan tawaran gaji mencapai puluhan juta rupiah.
“Mereka (korban) ditawari gaji mulai dari Rp 5 juta sampai Rp 20 juta per bulannya,” ujar Yandri.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 83 juncto Pasal 68 dan/atau Pasal 81 juncto Pasal 69 Undang-Undang RI No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Selain itu, mereka juga dikenakan Pasal 4 Undang-Undang RI No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), serta Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan/atau Pasal 10 juncto Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 15 miliar,” tuturnya.
Kepala BP3MI Banten, Kombes Pol Budi Noviyanto, memberikan apresiasi kepada Polresta Bandara Soetta atas kerja sama yang solid dalam mengungkap kasus TPPO ini. Di kesempatan yang sama, perwakilan Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker), Bagus Kuncoro, menyampaikan harapannya agar sinergi antara pihaknya, BP2MI, dan Polri terus diperkuat untuk mencegah keberangkatan Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) secara nonprosedural.