Pengelolaan cadangan pangan kembali menuai kritik setelah ditemukannya beras sisa impor yang berkutu di gudang Bulog Yogyakarta. Anggota Komisi IV DPR RI, Daniel Johan, menyayangkan kejadian ini dan menegaskan bahwa hal semacam ini seharusnya tidak terjadi.
“Terkait informasi adanya beras sisa impor tahun 2024 sudah berkutu, ini pukulan bagi kebijakan pangan kita. Ini merupakan satu kelemahan dalam pengelolaan cadangan pangan, harusnya hal ini tidak boleh terjadi. Kita impor menggunakan uang negara tetapi berasnya dibiarkan berkutu,” ujar Daniel kepada wartawan, Senin (17/3/2025).
Politikus dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menekankan pentingnya distribusi beras sebelum kualitasnya menurun. Menurutnya, beras tersebut lebih baik disalurkan kepada masyarakat daripada dibiarkan menumpuk di gudang hingga tidak layak konsumsi. Selain itu, ia juga menyoroti perlunya perencanaan matang dalam kebijakan impor agar tidak terjadi penumpukan stok yang berujung pada penurunan kualitas.
“Lebih baik diberikan kepada masyarakat daripada dibiarkan berkutu, mubazir jadinya itu. Ke depan kebijakan impor harus benar-benar dihitung jangan asal impor, harus sesuai kebutuhan. Tanpa perhitungan yang matang bisa membuat stok berlebihan, sehingga numpuk di gudang, kelamaan di gudang pasti akan menurunkan kualitasnya,” tegasnya.
Daniel juga mempertanyakan pernyataan Badan Pangan Nasional (Bapanas) yang menyebut beras tersebut masih bisa dikonsumsi. Menurutnya, hal itu bertolak belakang dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas gizi masyarakat.
“Masa kita mau kasih masyarakat beras yang berkutu, memangnya Bapanas sendiri siap untuk mengkonsumsi memberi contoh duluan. Bagaimana kita mau mengentaskan gizi buruk kalau berasnya saja berkutu. Ini sangat bertentangan dengan semangat Presiden Prabowo yang ingin memberikan gizi terbaik buat masyarakatnya. Negara itu wajib menyediakan pangan yang berkualitas untuk masyarakatnya,” ungkapnya.
Ia pun mendorong Bulog untuk lebih aktif dalam mengawasi stok beras yang tersimpan di gudang. Menurutnya, Bulog seharusnya tidak hanya berfungsi sebagai tempat penyimpanan, tetapi juga memastikan kualitas beras tetap terjaga dengan distribusi yang tepat waktu.
“Bulog juga harus memantau beras yang ada di gudang secara real time, setiap satu minggu beras yang ada dikeluarkan untuk disalurkan, tentu dengan basis data penerima yang valid. Kalau terus diamkan di gudang tentu tidak bermanfaat dan kualitas beras akan terus menurun seiring berjalannya waktu,” katanya.
Sebelumnya, Ketua Komisi IV DPR, Siti Hediati Soeharto atau Titiek Soeharto, menemukan keberadaan beras berkutu saat melakukan kunjungan kerja ke Yogyakarta. Ia menyebut bahwa beras tersebut merupakan sisa impor dari tahun lalu yang masih tersimpan di gudang Bulog.
“Pada reses lalu, pada kunjungan kerja yang lalu, saya memimpin tim ke Jogja, dan kami meninjau Gudang Bulog. Di situ kami menemukan masih banyak beras sisa impor yang lalu di dalam gudang Bulog yang sudah banyak kutunya,” kata Titiek Soeharto dalam rapat kerja dengan Kementerian Pertanian, Selasa (11/3).
Menanggapi temuan ini, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyampaikan laporan dari Perum Bulog terkait jumlah beras impor berkutu yang tersebar di berbagai daerah. Ia menyebut bahwa jumlahnya mencapai ratusan ribu ton.
“Bulog melaporkan memang ada 100 ribu sampai 300 ribu (ton) di seluruh Indonesia dari 2 juta (ton beras). Ini sudah masuk list, termasuk di Jogja. Kami akan minta lagi untuk dipercepat di Jogja. Minta maaf Bu Ketua,” ujar Amran dalam rapat dengan Komisi IV DPR RI, Selasa (11/3).
Dengan adanya temuan ini, berbagai pihak mendesak agar perbaikan sistem pengelolaan cadangan pangan segera dilakukan. Distribusi yang tepat dan pengawasan ketat diharapkan dapat mencegah kejadian serupa di masa mendatang.