Tiga anggota TNI AL yang menjadi terdakwa dalam kasus penembakan bos rental mobil, Ilyas Abdurrahman, menyampaikan penyesalan mereka di hadapan majelis hakim. Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Militer Jakarta, para terdakwa juga mengajukan permohonan agar tidak dipecat dari dinas kemiliteran.
Ketiga terdakwa dalam kasus ini adalah Kelasi Kepala Bambang Apri Atmojo, Sersan Satu Akbar Adli, dan Sersan Satu Rafsin Hermawan. Mereka membacakan pleidoi sebagai bentuk pembelaan dan permohonan kepada majelis hakim untuk mempertimbangkan keputusan akhir terhadap mereka.
Permohonan Keadilan dan Penyesalan Mendalam
Dalam pembacaan pleidoinya, Bambang Apri Atmojo menyatakan rasa bersalah dan permintaan maafnya atas kejadian yang telah merenggut nyawa korban. Ia menegaskan bahwa dirinya tidak menghindari tanggung jawab dan berharap hakim dapat memberikan keputusan yang seadil-adilnya.
“Kami mohon majelis hakim untuk memberikan keadilan kepada kami dan kepada korban yang seadil-adilnya, kami tidak menutup-nutupi atau kami menghindar dari kesalahan kami. Kami hanya memohon keputusan majelis hakim untuk memberi keadilan seadil-adilnya,” ujar Bambang sambil menitikkan air mata.
Lebih lanjut, Bambang meminta majelis hakim mempertimbangkan kondisi keluarganya. Ia menyebut dirinya sebagai tulang punggung yang bertanggung jawab terhadap anak-anaknya yang masih kecil serta orang tuanya yang membutuhkan dukungan finansial.
Hal serupa juga disampaikan terdakwa Akbar Adli yang menyesalkan insiden yang terjadi. Ia menegaskan bahwa dirinya tidak memiliki niat untuk menghilangkan nyawa seseorang, terlebih seorang kepala keluarga.
“Izin menyampaikan penyesalan kami terhadap kejadian yang telah terjadi menghilangkan nyawa seorang ayah, kepala keluarga dari korban, kami sangat menyesal atas perbuatan kami Yang Mulia,” kata Akbar.
Permohonan untuk Tetap Bertugas di TNI
Akbar juga memohon agar dirinya tidak diberhentikan dari TNI, mengingat ia masih memiliki tanggung jawab besar terhadap keluarganya. Ia menegaskan bahwa menjadi prajurit adalah bagian dari hidupnya, yang telah ia perjuangkan dengan usaha dan pengorbanan.
“Kami mohon Yang Mulia, kami adalah seorang suami dari istri kami, kami berhak bertanggung jawab kepada istri kami, kami mohon kepada Yang Mulia untuk mengizinkan kami tetap menjadi prajurit TNI yang mengalir di darah kami, yang sudah kami dapatkan dengan jerih payah kami menjadi prajurit Kopaska yang melarutkan nyawa kami,” ungkapnya.
Sementara itu, terdakwa Rafsin Hermawan juga menyampaikan permintaan maafnya kepada keluarga korban Ilyas Abdurrahman dan keluarga korban luka, Ramli. Ia mengakui kesalahannya dan berharap diberikan kesempatan untuk memperbaiki diri.
“Akibat dari ketidak-kurangnya pengetahuan kami, kebodohan kami sampai mengakibatkan hal yang seperti ini, kami memohon maaf yang sebesar-besarnya, kami mohon kepada majelis hakim,” ujar Rafsin.
Ia juga menyampaikan harapannya agar tetap dapat mengabdi di TNI dan menjadikan pengalaman ini sebagai titik balik untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
“Mohon izinkan kami menjadi manusia yang lebih baik lagi, yang berpedoman kepada Al-Qur’an, izinkan kami menjadi warga negara Indonesia yang lebih baik lagi yang berpedoman pada Pancasila dan undang-undang, dan kami mohon izinkan kami menjadi prajurit TNI yang lebih baik lagi, yang berpegang teguh kepada Sapta Marga, Sumpah Prajurit, dan delapan wajib TNI,” imbuhnya.
Tuntutan Hukuman dan Pemecatan dari TNI
Sebelumnya, oditur militer telah membacakan tuntutan terhadap ketiga terdakwa dalam kasus ini. Terdakwa Bambang Apri Atmojo dan Akbar Adli dituntut hukuman penjara seumur hidup. Keduanya dinilai terbukti melakukan tindak pidana yang mengarah pada pembunuhan berencana.
Oditur militer menyatakan bahwa kedua terdakwa melanggar Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP. Sementara itu, terdakwa Rafsin Hermawan dijatuhi tuntutan empat tahun penjara karena dianggap bersalah melanggar Pasal 480 ayat 1 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain hukuman pidana, ketiga terdakwa juga dituntut dengan hukuman tambahan berupa pemecatan dari dinas kemiliteran serta kewajiban membayar restitusi kepada keluarga korban dengan jumlah yang bervariasi untuk masing-masing terdakwa.
Dengan adanya permohonan pleidoi ini, keputusan akhir akan ditentukan oleh majelis hakim dalam sidang putusan mendatang. Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan personel militer dalam tindakan kriminal serius, serta menyoroti tanggung jawab dan konsekuensi hukum yang harus mereka hadapi.