Bupati Indramayu, Lucky Hakim, tengah menjadi pusat perhatian publik usai diketahui melancong ke Jepang tanpa memperoleh izin resmi dari Menteri Dalam Negeri. Kepergiannya ke luar negeri yang tanpa pemberitahuan itu memunculkan pertanyaan besar soal kepatuhan kepala daerah terhadap regulasi yang berlaku.
Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto, menyampaikan bahwa berdasarkan percakapan langsung dengan Lucky, alasan utama sang bupati tidak mengajukan izin kemungkinan besar karena ketidaktahuannya terhadap prosedur administratif yang seharusnya ditempuh.
“Dari komunikasi saya dengan Bupati Indramayu, memang beliau tidak mengajukan izin sepertinya karena tidak memahami prosedur izin perjalanan ke luar negeri,” kata Bima Arya Sugiarto.
Tindakan Lucky tersebut telah dianggap melanggar ketentuan hukum sebagaimana tertuang dalam Pasal 76 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam pasal tersebut ditegaskan bahwa seorang kepala daerah tidak diperbolehkan melakukan perjalanan ke luar wilayah negara tanpa memperoleh persetujuan dari menteri yang bertanggung jawab di bidang pemerintahan dalam negeri.
Tak hanya itu, konsekuensi dari pelanggaran tersebut diatur dalam Pasal 77 ayat 2, yang menyebutkan bahwa pelanggaran semacam ini bisa berujung pada sanksi administratif berupa pemberhentian sementara selama tiga bulan. Untuk bupati atau wakil bupati, hukuman dijatuhkan oleh menteri, sementara untuk gubernur atau wakil gubernur oleh presiden.
“Kepala daerah itu wajib mengajukan izin walau dalam masa liburan,” ujar Bima.
Sebagai tindak lanjut atas kasus ini, pihak Kementerian Dalam Negeri akan meminta klarifikasi langsung dari Lucky Hakim pada hari yang sama. Pemeriksaan internal akan dilakukan oleh Inspektorat Jenderal (Irjen) Kemendagri untuk menggali lebih jauh motivasi dan alasan di balik liburan tak berizin tersebut.
“Besok siang (hari ini) Pak Bupati akan dimintai penjelasannya oleh Irjen Kemendagri,” kata Bima.
Sementara itu, dari tingkat provinsi, Wakil Gubernur Jawa Barat, Erwan Setiawan, turut menyuarakan kekecewaannya terhadap tindakan Lucky. Ia menyatakan bahwa kepala daerah seharusnya menjadi contoh dalam menjalankan aturan, bukan justru mengabaikannya.
“Pada dasarnya saya turut kecewa juga ya atas apa yang dilakukan kepala daerah yang pergi ke luar negeri tanpa izin,” kata Erwan saat diwawancarai di acara panen raya Kabupaten Majalengka.
Erwan juga menekankan bahwa tata cara untuk bepergian ke luar negeri sudah sering disampaikan dan dijelaskan dengan gamblang, bahkan saat acara resmi seperti penutupan retret kepala daerah. Menurutnya, bahkan untuk urusan medis saja, kepala daerah tetap wajib mengantongi izin. Maka dari itu, liburan tanpa persetujuan menjadi sesuatu yang tidak dapat dibenarkan.
“Padahal sebelumnya, pada saat penutupan retret oleh Pak Mendagri itu dijelaskan, alurnya seperti apa jika akan melakukan perjalanan ke luar negeri, baik itu perjalanan dinas maupun pribadi. Termasuk untuk berobat saja harus ada izin, apalagi untuk berlibur. Saya berharap ini tidak terjadi lagi di Jawa Barat,” ujar Erwan.
Kini, bola panas berada di tangan Kemendagri. Masyarakat pun menanti apakah tindakan yang dilakukan oleh Lucky Hakim akan berujung pada sanksi nyata atau hanya menjadi pelajaran moral bagi kepala daerah lain.