Di tengah riuh rendah kabar yang berhembus soal dugaan dukungan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Muhammadiyah terhadap wacana pencopotan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, suara penegasan datang dari Anwar Abbas. Ia bukan hanya dikenal sebagai tokoh sentral di Muhammadiyah, namun juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum MUI. Dalam pernyataan terbuka, Anwar membantah keras isu tersebut dan menegaskan posisi organisasi yang ia pimpin.
“Sehubungan dengan beredarnya berita bahwa MUI dan Muhammadiyah mendukung pemakzulan Saudara Gibran sebagai Wakil Presiden, maka perlu saya jelaskan bahwa MUI dan Muhammadiyah tidak berpolitik praktis,” ujar Anwar Abbas dalam keterangan yang diterima, Rabu (7/5/2025).
Pernyataan itu disampaikan sebagai upaya meluruskan kabar yang menyebut dua lembaga besar keagamaan tersebut ikut masuk ke gelanggang politik kekuasaan. Menurut Anwar, perbincangan soal pergantian wakil presiden adalah ranah yang kental dengan kepentingan politik praktis, wilayah yang sejatinya bukan ladang pergerakan MUI maupun Muhammadiyah.
“Masalah adanya desakan untuk memakzulkan Wakil Presiden itu jelas sudah masuk ke ranah politik praktis, dan itu bukan merupakan urusan MUI dan Muhammadiyah,” sambungnya.
Ia mengibaratkan politik praktis seperti medan pertandingan para juru strategi kekuasaan—para politisi dan partai yang memang hidup dalam dinamika perdebatan kebijakan dan jabatan. Anwar pun mempersilakan mereka berperan sesuai kepentingan konstituen dan ideologi masing-masing.
“Itu urusan partai politik dan para politisi yang ada di Senayan. Silakan saja mereka untuk berbuat yang terbaik menurut mereka bagi perjalanan bangsa ini ke depannya,” katanya.
Ia menegaskan bahwa peran MUI dan Muhammadiyah bukan sebagai pengatur siasat kekuasaan, melainkan sebagai penyeimbang moral dan etika dalam kehidupan berbangsa. Fokus utama kedua organisasi itu, menurutnya, adalah mengawal kebijakan negara agar tetap berpihak pada rakyat kecil dan menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa.
“Yang menjadi concern MUI dan Muhammadiyah adalah bagaimana pemerintah terutama Presiden dan Wakil Presiden bisa berbuat baik dan terbaik bagi bangsa dan negara ini, sehingga rakyat bisa hidup dengan aman, tentram damai, sejahtera dan bahagia serta bisa hidup dalam suasana yang berkeadilan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai budaya, dan ajaran agama seperti yang telah diamanatkan oleh Pancasila dan konstitusi,” tegasnya.
Isu mengenai dugaan keterlibatan MUI dan Muhammadiyah dalam dorongan pemakzulan Gibran mencuat setelah Letjen TNI (Purn) Suharto menyampaikan pernyataan dalam sebuah forum diskusi televisi. Ia menyebut bahwa Forum Purnawirawan Prajurit TNI sempat berdialog dengan tokoh agama seperti Habib Rizieq Shihab serta mengaku diundang oleh MUI dan Muhammadiyah. Bahkan, ia menyiratkan bahwa kedua ormas itu memberi dukungan terhadap langkah pemakzulan.
Forum tersebut, yang dihuni oleh para jenderal dan purnawirawan dari berbagai matra TNI, telah menyusun delapan butir pernyataan sikap yang disebut sebagai refleksi atas situasi kebangsaan terkini. Dokumen itu ditandatangani oleh 103 jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel.
Adapun daftar delapan tuntutan Forum Purnawirawan Prajurit TNI mencakup:
- Mendesak pengembalian sistem ketatanegaraan kepada bentuk asli UUD 1945.
- Mendukung program kerja Kabinet Merah Putih kecuali proyek IKN.
- Menghentikan proyek-proyek nasional seperti PIK 2 dan Rempang yang dianggap merugikan rakyat.
- Menolak masuknya tenaga kerja asing dari Tiongkok dan meminta pemulangan mereka.
- Menuntut ketegasan dalam pengelolaan tambang sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945.
- Mendesak reshuffle kabinet bagi menteri yang terindikasi korupsi dan aparat yang terkait dengan kepentingan mantan Presiden ke-7 RI.
- Meminta Polri dikembalikan di bawah Kemendagri dengan fungsi keamanan sipil.
- Mengusulkan penggantian Wapres ke MPR karena keputusan MK atas Pasal 169 huruf q UU Pemilu dinilai cacat hukum.
Klarifikasi Anwar Abbas diharapkan menjadi titik terang atas simpang siur informasi yang beredar. Ia menutup pernyataannya dengan ajakan untuk menjaga keutuhan bangsa dan tidak menarik lembaga keagamaan ke dalam pusaran konflik kekuasaan.