Sosok Satria Arta Kumbara, mantan anggota pasukan marinir TNI Angkatan Laut, menjadi sorotan setelah tersiar kabar dirinya ikut berjuang di medan konflik antara Rusia dan Ukraina. Isu keikutsertaannya dalam militer Rusia membuat Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Republik Indonesia turut turun tangan.
Pihak Kemlu pun segera menjalin komunikasi aktif dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Moskow guna menggali lebih dalam soal keabsahan informasi tersebut.
“Yang pasti Mabes TNI sudah keluarkan statement tentang yang bersangkutan. Kami juga terus koordinasi dengan Kedubes Indonesia di Moskow, Rusia,” kata juru bicara Kemlu, Roy Soemirat, saat menjawab pertanyaan awak media pada Senin (12/5/2025).
Meski kabar tentang Satria terus bergulir, pihak Kemlu belum menemukan bukti otentik bahwa pria tersebut pernah masuk wilayah Rusia. Dalam sistem data keimigrasian maupun pencatatan resmi pemerintah, namanya belum muncul.
“Tidak ada data resmi mengenai kedatangan yang bersangkutan ke Rusia yang tercatat,” imbuh Roy, menegaskan.
Isu keberadaan Satria tak hanya menjadi perhatian Kemlu, tetapi juga menyentuh meja parlemen. Salah satu anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDIP, TB Hasanuddin, menyoroti aspek hukum dari tindakan Satria yang diduga menjadi tentara asing.
“Kalau masih WNI nggak boleh masuk menjadi prajurit negara lain, negara asing. Ada aturannya. Itu bisa kena hukuman ya, ikut menjadi prajurit negara lain walaupun negara itu negara sahabat ya,” ujar TB Hasanuddin kepada wartawan di hari yang sama.
Mantan jenderal bintang dua itu menambahkan bahwa pemerintah harus mengkaji ulang status kewarganegaraan Satria. Ia mengingatkan, bila yang bersangkutan benar kembali ke Tanah Air, maka sanksi tegas berupa pidana maupun pencabutan status sebagai warga negara bisa saja dikenakan.
“Kalau WNI biasanya dapat hukuman, kalau dia kembali lagi ke Indonesia atau biasanya begitu benar terbukti menjadi prajurit negara lain akan dicabut warga kewarganegaraan Indonesia-nya. Jadi harus dicek dulu,” jelasnya.
Dalam konteks hukum nasional, bergabung dalam angkatan bersenjata negara lain — kendati tidak dalam kapasitas perang melawan Indonesia — tetap dinilai sebagai pelanggaran serius terhadap sumpah dan kesetiaan pada tanah air. Kini, Satria menjadi simbol dari dilema antara patriotisme dan petualangan militer di luar negeri, di tengah panasnya konflik global yang menyulut banyak simpatisan dari berbagai penjuru dunia.