Upaya aparat penegak hukum untuk membongkar dalang di balik pengaburan proses penyidikan kasus-kasus besar terus berlanjut. Kali ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengarahkan sorotan tajam ke salah satu tokoh kunci di ranah peradilan, Ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Herri Swantoro, yang dimintai keterangan sebagai saksi dalam dugaan perintangan penyidikan (obstruction of justice) terkait perkara korupsi PT Timah dan impor gula.
Pemeriksaan dilakukan pada Kamis (15/5/2025) di markas tindak pidana khusus Kejagung, tempat di mana berbagai benang kusut perkara besar tengah diurai.
“Kamis 15 Mei 2025, Kejaksaan Agung melalui Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) memeriksa 6 (enam) orang saksi dugaan tindak pidana perintangan terhadap penanganan perkara, berinisial HS selaku Ketua Pengadilan Tinggi Daerah Khusus Jakarta,” kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar kepada wartawan, Jumat (16/5/2025).
Tak hanya Herri Swantoro, Kejagung juga turut meminta keterangan dari lima sosok lainnya yang memiliki keterkaitan erat dengan jalannya perkara. Mereka antara lain YY, ajudan Ketua PT DKI; AS, sopir dari tersangka MS; serta WNR, MBHHA, dan LNR yang masing-masing merupakan penasihat hukum dari tiga perusahaan besar yakni Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” ujar Harli.
Sejauh ini, Kejagung telah menetapkan empat individu sebagai tersangka utama dalam pusaran kasus yang dinilai sebagai upaya sistematis untuk membelokkan arah hukum dan mencoreng nama baik lembaga penegak keadilan. Keempat orang tersebut adalah:
1. Marcella Santoso (MS) – advokat
2. Junaedi Saibih (JS) – advokat
3. Tian Bahtiar (TB) – Direktur Pemberitaan nonaktif JakTV
4. M. Adhiya Muzakki (MAM) – pimpinan kelompok buzzer (Cyber Army)
Dalam penjelasan lebih lanjut, Harli Siregar mengungkapkan adanya rekayasa opini yang disusun untuk menciptakan kesan buruk terhadap institusi kejaksaan. Sebuah konspirasi diam-diam dirancang oleh TB bersama dua pengacara untuk membentuk opini publik yang menyesatkan.
“Tiga orang ini melakukan apa? Melakukan permufakatan jahat untuk seolah-olah institusi ini busuk. Padahal kenyataannya tidak demikian,” kata Harli kepada wartawan dalam jumpa pers di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Selasa (22/4).
“Dengan informasi yang tidak benar dikemas untuk apa? Memengaruhi publik opini,” jelasnya lagi.
Nama MAM, pemimpin pasukan maya atau buzzer army, turut disebut sebagai pelaksana di balik penyebaran narasi kelam yang diarahkan untuk melemahkan legitimasi Kejagung. Abdul Qohar, Direktur Penyidikan JAM PIDSUS, menjelaskan bahwa MAM dan TB berkolaborasi dalam menyebarkan konten yang menyerang kredibilitas penyidik melalui berbagai platform digital dan media daring.
Tian bahkan memproduksi tayangan televisi yang berisi diskusi dan talk show bernada provokatif, dilakukan di sejumlah kampus dan kemudian ditayangkan oleh JakTV. Tayangan ini secara sistematis dirancang untuk merusak citra aparat penegak hukum yang tengah menelisik kasus korupsi kelas kakap.
Sementara itu, kelompok buzzer yang dibentuk atas permintaan Marcella Santoso terdiri dari 150 orang dan diberi nama Tim Cyber Army. Dalam operasinya, mereka dibagi menjadi lima subunit: Tim Mustafa I hingga V — sebuah struktur yang mencerminkan operasi gerilya digital yang terorganisir dan masif.