Gunung Kidul, Yogyakarta – Jemaah Aolia di Gunung Kidul, Yogyakarta, telah menggelar Salat Idul Fitri pada Jumat (5/4/2024) atau lebih dulu dibandingkan masyarakat umum di Indonesia. Hal ini memicu kontroversi karena berbeda dengan penetapan pemerintah dan Muhammadiyah.
KH Raden Ibnu Hajar Sholeh Pranolo atau Mbah Benu, pemimpin Jemaah Aolia, mengklaim bahwa dia telah “menelepon Allah” untuk menentukan Hari Raya Idul Fitri. Pernyataan ini sontak menuai kecaman dari berbagai pihak, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI).
“Tidak ada cara untuk mengetahui kapan 1 Syawal selain dengan rukyat atau hisab. Mengaku ‘telepon Allah’ untuk menentukan Hari Raya adalah bid’ah dan menyesatkan,” kata KH Cholil Nafis, Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, kepada tvOneNews.com.
Mbah Benu sendiri tetap bersikukuh dengan pernyataannya dan mengatakan bahwa dia tidak perlu mengikuti rukyat atau hisab karena dia memiliki cara sendiri untuk mengetahui kapan 1 Syawal.
“Saya tidak perlu rukyat atau hisab, saya punya cara sendiri untuk berkomunikasi dengan Allah,” kata Mbah Benu dalam sebuah video yang viral di media sosial.
Peristiwa ini kembali memicu perdebatan tentang penetapan Hari Raya Idul Fitri di Indonesia. Di satu sisi, ada yang mengikuti penetapan pemerintah dan Muhammadiyah, di sisi lain ada yang mengikuti kelompok-kelompok kecil yang memiliki cara sendiri untuk menentukan Hari Raya.
Pemerintah dan Muhammadiyah telah mengimbau masyarakat untuk tidak mengikuti kelompok-kelompok yang menetapkan Hari Raya Idul Fitri secara berbeda. Masyarakat diimbau untuk mengikuti penetapan resmi yang berdasarkan rukyat atau hisab.