Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony Blinken, mengekspresikan kemarahan dan mengeluarkan kritik tajam terhadap sekutunya, Israel, setelah militer Tel Aviv mengakui bahwa pasukannya “secara tidak sengaja” telah menewaskan seorang aktivis asal Amerika dalam demonstrasi di Tepi Barat pada pekan lalu. Kecaman ini mencerminkan ketidakpuasan AS terhadap insiden tragis tersebut, yang mengundang perhatian internasional dan menyoroti kompleksitas hubungan antara negara-negara di kawasan itu.
Blinken menyebut pembunuhan semacam itu “tidak bisa dibenarkan” dan menyerukan “perubahan mendasar” Mengacu pada metode operasional pasukan Israel di Tepi Barat setelah tewasnya aktivis perempuan berkewarganegaraan AS, Aysenur Ezgi Eygi, insiden tersebut memicu kontroversi dan kritik terhadap tindakan militer di wilayah tersebut. Operasi militer yang dilakukan oleh pasukan Israel sering kali mendapat sorotan tajam karena dianggap berisiko tinggi terhadap keselamatan warga sipil.
Dalam konteks ini, banyak pihak menuntut agar Israel meningkatkan langkah-langkah pencegahan untuk melindungi hak asasi manusia dan mencegah terulangnya tragedi serupa di masa depan. Kejadian ini juga menyoroti tantangan yang dihadapi oleh aktivis yang berjuang untuk keadilan di wilayah konflik yang sering kali dipenuhi ketegangan dan kekerasan.
Teguran keras dari Blinken disampaikan setelah Angkatan Bersenjata Israel (IDF) mengumumkan pernyataan pada Selasa (10/9). waktu setempat bahwa Eygi “sangat mungkin terkena tembakan IDF secara tidak langsung dan secara tidak disengaja”.
Dalam hasil penyelidikan awal mengenai insiden tersebut, IDF mengungkapkan bahwa tembakan itu tidak ditujukan kepada aktivis, melainkan kepada “penghasut utama” yang terlibat dalam “kerusuhan bersenjata” di Persimpangan Beita. Tempat ini dilaporkan menjadi lokasi di mana warga Palestina membakar ban dan melemparkan batu ke arah pasukan Israel. Namun, IDF tidak memberikan rincian lebih lanjut mengenai identitas penghasut yang dimaksud.
Gerakan Solidaritas Internasional (ISM), organisasi tempat Eygi berkontribusi sebagai sukarelawan, menyatakan bahwa aksi protes yang diadakan oleh kelompoknya pada 6 September di Tepi Barat berlangsung dengan damai.
Dalam sebuah konferensi pers di London pada Selasa (10/9), Blinken mengecam pembunuhan Eygi sebagai tindakan yang “tidak beralasan dan tidak dapat dibenarkan.” Dia juga mendesak adanya perubahan dalam aturan keterlibatan pasukan Israel yang bertugas di kawasan Tepi Barat.
“Tidak seorang pun, tidak seorang pun boleh ditembak dan dibunuh karena menghadiri aksi protes. Tidak seorang pun boleh mempertaruhkan nyawanya hanya karena mengutarakan pandangan mereka,” tegas Blinken dalam pernyataannya.
“Sekarang ada warga Amerika kedua yang terbunuh di tangan pasukan keamanan Israel. Itu tidak bisa diterima. Itu harus berubah. Dan kita akan memperjelas hal ini kepada anggota-anggota paling senior dalam pemerintahan Israel,” ucapnya.
Rachel Corrie, yang merupakan warga negara Amerika pertama yang tewas akibat tindakan pasukan Israel, kehilangan nyawanya pada tahun 2003. Ia terbunuh saat berusaha mencegah buldoser Israel dari menghancurkan rumah-rumah warga Palestina di Jalur Gaza.
Blinken juga menegaskan bahwa Amerika Serikat “telah lama memperhatikan” laporan mengenai tindakan kekerasan yang diabaikan oleh pasukan Israel terkait pemukim Yahudi ekstremis terhadap warga Palestina di Tepi Barat. Ia juga menyebutkan adanya laporan mengenai penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh tentara Tel Aviv terhadap masyarakat Palestina.
Kekerasan yang dilakukan oleh Israel di wilayah Tepi Barat telah mengalami peningkatan signifikan dalam beberapa waktu terakhir, terutama setelah perang meletus di Jalur Gaza pada Oktober tahun lalu. Dalam beberapa bulan terakhir, Amerika Serikat telah memberlakukan serangkaian sanksi yang ditujukan kepada pemukim Yahudi yang terlibat dalam tindakan kekerasan terhadap warga Palestina di Tepi Barat.
Keluarga Aktivis AS Tak Percaya Investigasi Israel, Tuntut Penyelidikan Independen
Keluarga dari aktivis AS yang berusia 26 tahun tersebut tidak menerima klaim dari Israel mengenai penembakan yang mengakibatkan kematian Eygi sebagai sebuah insiden yang tidak disengaja. Mereka mendesak para pemimpin Amerika Serikat untuk melaksanakan penyelidikan independen terkait kematian Eygi.
“Kami sangat tersinggung dengan anggapan bahwa pembunuhannya oleh seorang penembak jitu terlatih adalah hal yang tidak disengaja,” demikian pernyataan keluarga aktivis AS tersebut.
Eygi, yang lahir di Turki dan baru saja menyelesaikan studinya di Universitas Washington, tertembak saat ikut serta dalam demonstrasi mingguan menentang pembangunan permukiman Israel di dekat desa Beita, Palestina. Semua permukiman Yahudi yang didirikan oleh Israel di wilayah Tepi Barat dianggap melanggar hukum internasional.
Keluarga Eygi menilai bahwa hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Israel “sama sekali tidak memadai.”
“Ini tidak boleh disalahartikan sebagai apa pun kecuali serangan yang disengaja, ditargetkan dan terarah oleh militer terhadap seorang warga sipil yang tidak bersenjata,” tegas pihak keluarga Eygi.