Sebuah rekaman video tengah viral, menampilkan sekelompok siswa yang mengenakan seragam sekolah menengah pertama (SMP) sedang melaksanakan kegiatan belajar mengajar (KBM) di atas alas plastik terpal berwarna biru. Pemandangan ini seakan menggambarkan semangat juang para pelajar meskipun harus belajar di tengah keterbatasan. Terpal biru yang menjadi alas mereka seolah menjadi simbol dari perjuangan dan ketekunan, di mana pendidikan tetap dijunjung tinggi meskipun tanpa fasilitas yang memadai. Keberadaan video ini mencuri perhatian publik, menggugah rasa empati dan kepedulian terhadap kondisi pendidikan yang dihadapi para siswa tersebut.
Dalam rekaman tersebut, tampak jelas bahwa tidak ada kursi atau meja yang tersedia bagi mereka untuk belajar. Para siswa duduk lesehan di atas terpal, menyimak pelajaran yang disampaikan oleh guru mereka. Momen ini menggambarkan ketekunan dan dedikasi, di mana para pelajar tetap fokus meskipun dalam kondisi yang tidak ideal. Suasana belajar ini menciptakan nuansa yang berbeda, di mana interaksi antara guru dan murid terasa lebih dekat, meskipun harus dilakukan dengan cara yang sederhana dan terbatas.
Dikabarkan, video yang menunjukkan siswa melakukan kegiatan belajar mengajar di atas plastik terpal tersebut diambil di salah satu SMP negeri di Kota Bandung, yaitu SMPN 60 Bandung.
Menurut penjelasan Rita, sebenarnya bukan berarti tidak ada kursi dan meja bagi siswa untuk belajar. Bantuan kursi dan meja dari Dinas Pendidikan Kota Bandung sebenarnya telah tersedia, tetapi tersimpan di teras sekolah. Alasan mengapa perabotan tersebut tidak digunakan adalah karena siswa SMPN 60 Bandung sedang menumpang di gedung SDN 192 Ciburuy, yang terletak di Regol, Kota Bandung.
“Siswa ada 9 rombel, tapi kelas ada 7 rombel, jadi mau tidak mau ketika pembelajaran 7 (rombel) masuk yang diluar 2 (rombel), 7 ini semua ruangannya milik SD. Kecuali kursi meja kita dikasih dinas, kursi meja, barang kaya laptop ada, cuman ruangan saja enggak ada,” ungkap Rita.
Rita mengatakan, kondisi seperti ini terjadi sejak 2018 atau sejak sekolah ini didirikan. “Sekolah ini didirikan karena keinginan masyarakat, di sini masyarakat padat dan banyak, jadi zonasi sudah berlaku untuk mengikuti zonasi dari sini ke SMP yang sudah ada seperti SMPN 11, 3 dan 10, jaraknya bisa 3-5 KM,” ungkapnya.
Rita menyebutkan bahwa saat ini terdapat sekitar 270 siswa di SMPN 60 Bandung, yang terbagi menjadi dua rombongan belajar (rombel) untuk kelas 7, empat rombel untuk kelas 8, dan tiga rombel untuk kelas 9.
“Siswa kurang lebih 270an ya,” ujarnya.
Rita menyatakan bahwa selama ini orang tua dan siswa sering kali mempertanyakan kapan gedung sekolah akan dibangun. Beberapa pihak juga telah menyatakan komitmen untuk berupaya merealisasikan pembangunan tersebut.
“Mereka memang menuntut kapan sekolahnya dibangunkan, tapi kalau kunjungan dinas sama sarpras sudah ke sini dan mengatakan siap mengupayakan,” terangnya.
“Mungkin karena harga, harganya memang kalau di Kecamatan Regol cukup mahal, sudah ada yang dibidik cuman deal atau tidaknya saya tidak tahu,” kata dia menambahkan.
Selain itu, ruang untuk guru, kepala sekolah, dan tenaga administrasi sekolah (TU) juga digabungkan menjadi satu. Situasi ini terjadi karena tidak ada lagi ruangan lain yang dapat digunakan.
“Semua ruangan milik SD, ini ruang kepala sekolah, ruang TU, rumah guru dan barang. Perpustakaan kita gunakan perpustakaan digital, karena mau disimpan di mana gak ada ruangan,” pungkasnya.