Cara-cara Otoriter di Era Demokrasi Tidak Tepat

Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan/NET
BERITAKARYA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan menyayangkan langkah pemerintah memblokir aplikasi Telegram.
Kementerian Komunikasi dan Informatika memblokir aplikasi Telegram karena dinilai banyak digunakan teroris untuk berkomunikasi.
Zulkifli menilai, seharusnya yang diblokir pemerintah adalah konten yang salah di aplikasi tersebut, bukan menutup aplikasinya.
“Kalau ada hal-hal yang salah, (mestinya) yang salahnya yang diproses, jangan rumahnya yang ditutup gitu,” kata Zulkifli, saat ditemui di acara halalbihalal Partai Keadilan Sejahtera (PKS), di DPP PKS, Jakarta Selatan, Minggu (16/7/2017).
Zulkifli mengatakan, aplikasi Telegram merupakan bagian dari perkembangan zaman. Dia menilai pemblokiran Telegram akan menurunkan citra pemerintahan Presiden Joko Widodo.
“Ya saya sayangkan saja kebijakan-kebijakan pembantu Presiden, kalau terus menerus begitu kan lama-lama merongrong popularitasnya Bapak Presiden,” ujar Zulkifli.
Layaknya Facebook  dan instagram, kata Zulkifli, aplikasi Telegram punya banyak pengguna di Indonesia. Kalau itu ditutup maka penggunanya akan marah.
“Semua banyak penggunanya, kalau semua dibredel kan marah, marah sama siapa, pembantu Presiden. Akhirnya begitu,” ujar Zulkifli.
Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu juga menyatakan pemblokiran aplikasi Telegram sebagai langkah yang tidak tepat.
“Jadi cara-cara otoriter dalam era demokrasi tidak tepat karena akan merugikan, Bapak Presiden saya kira hati-hati,” ujar Zulkifli.
Kemenkominfo memerintahkan pemblokiran aplikasi Telegram di Indonesia. Rencananya, pemblokiran baru akan diumumkan pada Senin (17/7/2017).
Menkominfo, Rudiantara menyatakan telah menerima permintaan maaf dari CEO Telegram, Pavel Durov Minggu (16/7/2017) pagi tadi.
Permintaan maaf itu terkait pengoperasian layanan chat Telegram di Tanah Air yang tak sesuai dengan perundang-undangan karena memuat channel yang berbau radikalisme dan terorisme.
Rudiantara menceritakan, Durov selama ini tidak tahu bahwa Kominfo telah berupaya menghubungi Telegram sejak 2016. Terlepas dari itu, Rudiantara mengapresiasi respons dari Durov.
“Saya mengapresiasi respons dari Pavel Durov dan Kominfo akan menindaklanjuti secepatnya dari sisi teknis lebih detil agar SOP bisa segera diimplementasikan,” kata dia seperti diansir Kompas Tekno, Minggu (16/7/2017), lewat pesan singkat.
Permintaan maaf Durov ini sekaligus membantah klaim pendiri Telegram ini yang mengaku belum pernah dihubungi pemerintah Indonesia.
Sebelumnya, Durov mengatakan adanya keanehan dalam pemblokiran Telegram di Indonesia karena ia tidak pernah mendapat permintaan penghapusan konten maupun komplain dari Kominfo.

Baca Sumber

Uploader: Iffan Gondrong

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *