Index  

Eufrat, Sungai dengan Gunung Emas di Dasarnya

Sungai Eufrat/Net

BERKARYA.CO.ID – Saat membangun Bendungan Keban pada 1975, Irak sempat memotong dan menghentikan aliran air Sungai Eufrat selama tiga hari. Inilah untuk kali pertama aliran air Sungai Eufrat benar-benar terhenti.

Peristiwa itu mengingatkan kita pada sabda Rasulullah SAW seperti termaktub dalam hadis riwayat Ahmad, “Hari kiamat tidak akan terjadi sebelum Sungai Eufrat menyingkap gunung emas sehingga manusia saling membunuh (berperang) untuk mendapat kannya. Maka terbunuhlah 99 dari 100 orang yang berperang dan setiap orang dari mereka berkata, ‘Semoga akulah satu-satunya orang yang selamat.’’

Menurut pandangan bersama para penafsir hadis, isi hadis tersebut merujuk pada penghentian aliran Sungai Eufrat. Segera setelah berfungsinya bendungan setinggi kurang lebih 210 meter itu, daerah-daerah pertanian di sekitar Sungai Eufrat yang awalnya gersang berubah menjadi subur dan makmur laksana emas. Taraf hidup masyarakat meningkat, pengangguran pun berkurang.

Pada saat yang sama, muncul laporan bahwa pengindraan lewat satelit menunjukkan adanya timbunan emas di dasar Sungai Eufrat. Timbunan emas itu dapat dilihat jika aliran sungai ditahan.

Nah, ‘gunung emas’ inilah yang menarik minat serta ambisi banyak pihak, termasuk pihak asing, untuk memperebutkannya. Dengan kata lain, apa yang diramalkan Rasulullah SAW dalam hadis tersebut benar adanya.

Sepanjang tahun, Sungai Eufrat mengalirkan air rata-rata sebanyak 28 miliar meter kubik. Aliran terbesarnya terjadi pada April dan Mei. Ada sejumlah kota besar yang dialiri sungai ini, di antaranya, ar- Raqqah dan Dayr az Zawr di Suriah, Karbala, al-Hillah, serta an-Najaf di Irak.

Pada era modern, Sungai Eufrat kerap menjadi sumber ketegangan politik di antara negara-negara yang dialirinya, yakni Turki, Suriah, dan Irak. Mereka bersitegang karena masing-masing berlomba mengambil manfaat sebesar-besarnya dari sungai ini, misalnya, untuk irigasi dan pembangkit tenaga listrik.

Turki, misalnya, ingin mengalihkan sejumlah besar aliran air Sungai Eufrat dalam upaya mengembangkan kawasan pedesaan Anatolia. Proyek yang disebut Southeast Anatolia Project (GAP menurut singkatan Turki) ini meliputi pembangunan 22 dam dan 19 pembangkit listrik.

Proyek utama dari GAP adalah Bendungan Ataturk yang merupakan salah satu bendungan terbesar di dunia. Bendungan ini selesai dibangun pada 1990. Untuk mengisi bendungan itu, Turki harus mengambil air dari Sungai Eufrat dalam jumlah besar.

Agak ke hilir, Sungai Eufrat kembali mendapat “gangguan”. Kali ini dari Suriah yang telah menanamkan investasi cukup besar untuk membangun irigasi dan pembangkit listrik dari Bendungan al-Thawrah atau disebut juga Bendungan Revolusi. Tuntas dibangun pada 1973, bendungan ini menciptakan waduk seluas 640 km persegi yang disebut Waduk Assad.

Penggunaan air Sungai Eufrat secara besar-besaran oleh Suriah untuk keperluan bendungan tersebut membuat Irak berang. Irak sempat mengajukan protes keras kepada negara tetangganya itu. Untungnya ketegangan yang terjadi pada 1975 ini tak berujung pada perang senjata.

Seperti kebanyakan negeri di Timur Tengah lainnya, Irak sangat memerlukan sistem pengairan yang baik dengan pasokan air yang melimpah untuk menyuburkan lahan-lahan pertaniannya yang cenderung gersang.

Maka, tak mau kalah dengan Suriah dan Turki, Irak pun berusaha memanfaatkan aliran air Sungai Eufrat dengan membuat bendungan. Hadirlah Bendungan Keban yang menjadi pusat cadangan air bagi Irak.

Sumber : republika.co.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *