Gara-gara Mobil, Cikeas – Istana Kembali Memanas

<p>Mobil Dinas Presiden RI-1. </p>
BERKARYA.CO.ID, Surabaya – Hubungan antara istana dengan Cikeas kembali memanas lantaran pemberitaan mobil Presiden Joko Widodo yang kerap mogok dikaitkan dengan fasilitas mobil negara untuk mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga Surabaya, Suko Widodo mengatakan polemik mobil kepresidenan tersebut sebenarnya merupakan hal nonpolitis. Idealnya, ujar dia, diselesaikan melalui komunikasi organisasi, bukan komunikasi massa atau publik.
“Dalam hal ini saya rasa yang dibutuhkan adalah kecepatan istana dalam merespon pernyataan SBY,” kata Suko saat dihubungi Tempo, pada Kamis 23 Maret 2017.
Suko menyarankan, pihak istana sebaiknya segera mengutus perwakilan untuk mendatangi SBY dan menyelesaikan permasalahan secara kekeluargaan. Hal ini merespons pernyataan SBY lewat SMS ke para mantan menterinya yang bocor ke media serta ucapan Hinca Pandjaitan, Sekretaris Jenderal Partai Demokrat.

Suko menambahkan, memberikan respons dengan mendatangi SBY dan menyelesaikan persoalan secara kekeluargaan akan membuat hubungan kedua pihak membaik. Selain itu, bakal memenangkan komunikasi politik Presiden Jokowi. “Pernyataan SBY itu wajar saja karena pemenuhan terhadap hak-hak mantan presiden itu menjadi kewajiban negara,” ujar Suko.

Suko melanjutkan, hubungan yang memanas antara pihak Istana dan Cikeas tersebut menunjukkan telah terjadi kebuntuan komunikasi. Menurut dia, mengadakan pertemuan-pertemuan informal antara Istana dengan mantan-mantan presiden akan berpotensi mengurangi konflik yang terjadi. “Tradisi-tradisi seperti mengajak makan pagi atau makan siang bersama itu sangat bagus sebenarnya,” Suko berujar.

Adapun Hinca Pandjaitan menilai ada tendensi untuk menyudutkan SBY dalam pemberitaan tentang mobil negara. Ia pun menyarankan Istana memperbaikinya. Demokrat, kata Hinca, menolak bila SBY disebut meminjam atau menguasai mobil negara ini secara ilegal. Hinca menjelaskan, mobil tersebut diserahkan oleh negara untuk menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 7 tentang hak keuangan/administratif presiden dan wakil presiden serta bekas presiden. Dalam Pasal 8 disebutkan, mantan presiden dan wapres mendapatkan sebuah kendaraan milik negara beserta pengemudinya. Namun, pada saat SBY selesai menjadi presiden, ia belum mendapatkan jatah kendaraan lantaran negara sedang berhemat.
Hinca melanjutkan, pada 20 Oktober 2014, mobil yang telah digunakan SBY selama 7 tahun tersebut diantar dan diserahkan ke rumah SBY. “Itu clear dan tidak ada cacat hukum,” ucapnya. Saat diserahkan, mobil itu berstatus milik negara dan operasionalnya di bawah kendali pasukan pengamanan presiden.

SBY mengaku merasa disudutkan dengan pemberitaan soal mobil kepresidenan milik negara yang ia gunakan. SBY pun mengirimkan pesan singkat pada mantan menterinya untuk meminta masukan menghadapi isu tersebut. Yakni mantan Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi, mantan Sekretaris Kabinet Dipo Alam dan mantan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto. Pesan itu dikirimkan pada Selasa, 21 Maret 2017 pukul 22.00.

“Saya meminta pandangan dari Bapak-Bapak, bagaimana cara yg paling cepat & tepat utk melakukan klarifikasi ini,” tulis SBY dalam SMS-nya. SBY meminta rekomendasi dari tiga mantan pembantunya itu andai Istana tidak meluruskan pemberitaan malam itu juga. “Haruskah saya melakukan klarifikasi sendiri? Melalui media sosial saya sudah diserang dgn kata-kata yg “kejam”. Maaf telah merepotkan. Terima kasih,” ucap SBY.

Sumber

Uploader  : Muzakir

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *