Index  

Merasa Bagian dari Imigran, Pendiri Google Ikut Demo Kecam Trump

Pendiri Google, Sergey Brin
BERKARYA.CO.ID – Merasa salah satu bagin dari imigran, pendiri Google, Sergey Brin bergabung dengan pendemo di bandara San Francisco pada Sabtu (28/1/2017) malam waktu setempat, menentang kebijakan anti-imigran yang baru saja dicanangkan Presiden Donald Trump.
Dikutip dari The Verge, Minggu (29/1/2017), kehadiran Brin di tengah massa pendemo adalah sebagai kapasitas pribadi, bukan mewakili institusi perusahaan.
Kepada situs Forbes, Brin mengatakan, “Saya berada di sini (demo di bandara) karena saya juga seorang imigran/pengungsi.”

Baca Juga : Hakim Amerika Hen­tikan Se­men­tara De­por­tasi

Brin dan keluarganya adalah imigran dari Uni Soviet. Mereka datang ke AS pada 1979 untuk menghindari perburuan kaum Yahudi di negara tersebut kala itu.
Karena pernah merasakan nasib sebagai imigran, Brin merasa perlu bergabung dengan demonstrasi di bandara San Francisco.
Ekseskutif Google lainnya, yakni CEO Sundar Pichai juga merupakan seorang imigran India. “Kami marah dengan efek yang ditimbulkan dari seruan ini,” kata Pichai dalam surat resminya kepada seluruh karyawan Google.
Pendiri media sosial Facebook, Mark Zuckerberg juga menyatakan hal yang sama. Menurutnya, AS adalah negara imigran, termasuk dirinya yang merupakan keturunan Jerman, Austria dan Polandia. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban AS untuk membuka pintu untuk para pengungsi.
“AS merupakan sebuah negara imigran dan seharusnya kita bangga akan hal ini. Kita harus tetap membuka pintu kepada para pengungsi dan terutama bagi yang membutuhkan bantuan. Itulah kita. Jika kita menolak pengungsi beberapa dekade lalu, keluarga Priscilla (istrinya) tidak akan berada di sini hari ini,” tulis Mark di akun Facebook pribadinya.
Mark menambahkan, menjaga keamanan negara memang diperlukan, tetapi fokuskan hal itu pada orang-orang yang memang benar-benar dapat menimbulkan ancaman.
Walau statusnya bernada kritik, namun Mark tetap mendukung keputusan Trump yang “akan melakukan sesuatu” kepada pemuda asing yang tidak berdokumen yang tinggal dan bekerja di AS melalui program Aksi Tangguhan untuk Anak Pendatang (Deferred Action for Childhood Arrivals/DACA).
Seperti diketahui, Presiden AS Donald Trump baru saja mengeluarkan kebijakan menutup pintu bagi imigran dari tujuh negara dengan mayoritas penduduk muslim, yakni Suriah, Irak, Iran, Sudan, Somalia, Yaman, serta Libya. Larangan itu berlaku selama 90 hari.
Sejumlah penumpang pesawat yang berasal dari negara-negara tersebut tertahan di imigrasi bandara San Francisco, AS. Gelombang protes muncul meminta agar para pendatang itu dibiarkan masuk ke AS.
Selain di San Francisco, demonstrasi yang sama juga muncul di sejumlah bandara di kota-kota di AS, seperti New York, Washington, Los Angeles, dan sebagainya.
Sumber : rmol.co

Ayo down­load ap­likasi beri­takarya.co.id di Play Store den­gan ketik Berita Karya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *