Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) kembali menghantam masyarakat Indonesia pada 10 Agustus 2024, dengan PT Pertamina secara mengejutkan mengumumkan penyesuaian harga baru untuk beberapa jenis BBM. Salah satu yang paling mencolok adalah kenaikan harga Pertamax, bahan bakar dengan oktan 92, yang naik menjadi Rp 13.700 per liter dari sebelumnya Rp 12.950 per liter. Kenaikan ini tentu saja menambah beban bagi masyarakat, terutama di tengah kondisi daya beli yang masih belum pulih sepenuhnya.
Kenaikan ini tidak hanya berlaku untuk Pertamax, namun juga jenis BBM nonsubsidi lainnya. Pertamax Green 95, yang menjadi salah satu opsi bahan bakar ramah lingkungan, mengalami kenaikan harga signifikan menjadi Rp 15.000 per liter, dari harga sebelumnya yang sebesar Rp 13.900 per liter. Kenaikan harga ini menambah daftar panjang kenaikan biaya hidup yang harus dihadapi oleh masyarakat, yang sebelumnya sudah tertekan oleh inflasi dan penurunan daya beli.
Dampak Terhadap Masyarakat
Kenaikan harga BBM ini datang pada saat yang kurang tepat, mengingat daya beli masyarakat masih belum sepenuhnya pulih setelah pandemi dan berbagai tantangan ekonomi lainnya. Banyak rumah tangga masih berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, dan kenaikan harga BBM ini hanya akan memperparah beban ekonomi mereka. Sebagai salah satu komponen utama dalam struktur biaya transportasi dan distribusi, kenaikan harga BBM tentu akan berdampak luas pada harga barang dan jasa lainnya.
Bagi mereka yang tergantung pada kendaraan pribadi untuk aktivitas sehari-hari, kenaikan harga ini bisa berarti pengeluaran yang lebih besar untuk bahan bakar, yang pada akhirnya mengurangi daya beli untuk kebutuhan lain. Bagi pelaku usaha, terutama usaha kecil dan menengah, kenaikan ini dapat memaksa mereka untuk menaikkan harga jual produk mereka, yang pada gilirannya bisa menurunkan daya saing dan permintaan.
Respons Masyarakat dan Pemerintah
Di tengah kenaikan harga ini, banyak pihak yang mendesak pemerintah untuk mengambil langkah-langkah mitigasi guna meringankan beban masyarakat. Beberapa usulan yang muncul adalah peninjauan kembali subsidi energi atau memberikan bantuan langsung kepada golongan masyarakat yang paling terdampak. Selain itu, dorongan untuk mengoptimalkan penggunaan energi alternatif dan ramah lingkungan juga semakin menguat, seiring dengan kekhawatiran terhadap ketergantungan pada bahan bakar fosil yang rentan terhadap fluktuasi harga.
Namun, di sisi lain, ada pula pandangan yang menyatakan bahwa kenaikan harga ini adalah bagian dari penyesuaian yang tidak terhindarkan mengingat fluktuasi harga minyak dunia dan biaya produksi yang terus meningkat. Pertamina sebagai perusahaan yang juga harus menjaga keseimbangan operasionalnya, tentu menghadapi tantangan dalam mempertahankan harga BBM di level yang wajar tanpa mengorbankan kualitas dan keberlanjutan usahanya.
Penutup
Kenaikan harga BBM yang dilakukan oleh PT Pertamina pada 10 Agustus 2024 ini, meski mungkin diperlukan dari perspektif operasional, tetap menambah beban bagi masyarakat yang daya belinya masih belum pulih. Langkah-langkah kebijakan yang tepat diperlukan untuk mengurangi dampak negatif dari kenaikan ini, serta mendorong transisi energi yang lebih berkelanjutan untuk masa depan yang lebih baik.