Mobil listrik, yang sebelumnya dipandang sebagai solusi masa depan untuk mengurangi emisi dan ketergantungan pada bahan bakar fosil, kini menghadapi tantangan serius di negara-negara maju. Meskipun awalnya diharapkan membawa revolusi dalam industri otomotif, adopsi kendaraan listrik (EV) di beberapa negara maju kini mulai melambat. Laporan terbaru dari EY Mobility Lens Forecaster menunjukkan bahwa Amerika Serikat dan Eropa diperkirakan akan mengalami perlambatan permintaan dan penjualan EV dalam waktu dekat, sementara Tiongkok tetap menunjukkan pertumbuhan yang stabil.
Faktor Penyebab Perlambatan
Beberapa faktor utama yang mempengaruhi perlambatan adopsi mobil listrik di negara-negara maju antara lain adalah tingkat suku bunga yang tinggi, infrastruktur pengisian daya yang masih belum memadai, serta kondisi ekonomi yang tidak menentu. Ketidakpastian ekonomi ini telah menimbulkan keraguan di kalangan konsumen tentang keterjangkauan dan jangkauan kendaraan listrik, yang pada akhirnya berdampak pada penurunan penjualan.
Di Eropa, harga kendaraan listrik yang masih relatif tinggi, ditambah dengan ketidakpastian ekonomi dan infrastruktur yang belum siap sepenuhnya, semakin memperlambat adopsi kendaraan ini. Jerman, sebagai salah satu pasar terbesar mobil listrik di Eropa, mencatat penurunan penjualan yang signifikan sebesar 37 persen pada Juli 2024 dibandingkan bulan sebelumnya. Penurunan ini menjadi yang terbesar sejak pemerintah Jerman memotong insentif untuk kendaraan listrik pada Desember tahun lalu.
Penurunan Penjualan di Pasar Utama
Jerman bukan satu-satunya negara di Eropa yang mengalami penurunan permintaan kendaraan listrik. Swedia, yang selama ini dianggap sebagai pemimpin dalam adopsi kendaraan listrik di Eropa, juga mencatat penurunan 15 persen dalam pendaftaran kendaraan listrik pada Juli 2024. Sementara itu, Swiss yang juga menjadi pasar kuat untuk kendaraan tanpa emisi, mencatat penurunan penjualan sebesar 19 persen pada periode yang sama.
Menurut Martin Cardell, EY Global Mobility Solutions Leader, pasar kendaraan listrik global saat ini dipenuhi dengan ketidakpastian terkait prospek ekonomi, regulasi yang bervariasi di berbagai pasar, serta kegelisahan konsumen. Pembangunan infrastruktur yang lambat turut menjadi faktor penghambat pertumbuhan penjualan EV, terutama di AS dan Eropa.
Tiongkok Tetap Tangguh
Berbeda dengan Eropa dan Amerika Serikat, Tiongkok menunjukkan pertumbuhan yang stabil dalam adopsi kendaraan listrik. Dalam laporan yang sama, diperkirakan bahwa lebih dari 50% penjualan kendaraan di Tiongkok pada tahun 2030 akan berasal dari kendaraan listrik berbahan bakar baterai (BEV). Stabilitas regulasi, insentif yang konsisten, serta pembangunan infrastruktur yang cepat membuat Tiongkok menjadi pasar yang lebih siap untuk adopsi kendaraan listrik dalam skala besar.
Masa Depan Mobil Listrik
Meskipun saat ini terjadi perlambatan di negara-negara maju, para ahli masih optimis bahwa kendaraan listrik akan menjadi dominan di masa depan. Martin Cardell menambahkan bahwa tantangan yang dihadapi saat ini bersifat sementara. Dengan peningkatan infrastruktur pengisian daya, ketersediaan model kendaraan listrik yang lebih terjangkau, dan penurunan harga baterai, pasar kendaraan listrik diperkirakan akan pulih dan tumbuh kembali dalam jangka panjang.
“EV adalah masa depan. Tantangan saat ini akan diatasi oleh industri dan pemerintah, dan kendaraan listrik akan mendapatkan kembali momentumnya serta pada akhirnya akan mendominasi pasar otomotif,” kata Cardell.
Kesimpulan
Meskipun mobil listrik menghadapi tantangan signifikan di negara-negara maju, terutama terkait dengan ketidakpastian ekonomi dan infrastruktur, optimisme terhadap masa depan kendaraan listrik masih tinggi. Tiongkok terus menunjukkan pertumbuhan yang stabil, sementara AS dan Eropa diharapkan dapat kembali meningkatkan adopsi EV setelah tantangan-tantangan saat ini teratasi. Dengan dukungan yang tepat dari pemerintah dan industri, kendaraan listrik tetap memiliki potensi untuk menjadi solusi utama dalam industri otomotif global di masa depan.