100 Hari di Bawah Air, Ilmuwan Ini Alami Perubahan Tubuh Tak Terduga - Beritakarya.id

100 Hari di Bawah Air, Ilmuwan Ini Alami Perubahan Tubuh Tak Terduga

Seorang ilmuwan asal Amerika Serikat, Dr. Joseph Dituri, melakukan eksperimen ekstrem dengan menetap selama 100 hari di lingkungan bawah air. Penelitian yang ia jalani mengungkapkan berbagai perubahan signifikan yang terjadi pada tubuhnya, yang diyakini memiliki potensi dalam memahami proses penuaan manusia.

Dalam eksperimen ini, Dituri memilih untuk tinggal di kedalaman sekitar enam meter di bawah permukaan perairan Florida. Ia menghabiskan lebih dari tiga bulan di Jules’ Undersea Lodge, sebuah fasilitas penelitian yang terletak di dasar laguna di Key Largo, Florida. Kondisi yang ia hadapi bukanlah hal yang biasa, mengingat tekanan atmosfer di lingkungan tersebut mencapai 70% lebih tinggi dibandingkan di daratan. Dengan kata lain, tubuhnya terus-menerus berada dalam tekanan yang jauh lebih besar dari biasanya.

Meskipun menghadapi kondisi ekstrem, Dituri justru menemukan dampak positif yang mengejutkan. Ia percaya bahwa penelitian ini bisa memberikan wawasan baru dalam memperpanjang usia harapan hidup manusia.

“Saya tidak mencoba mengklaim ini akan membuat Anda immortal. Tapi kita tahu bahwa (eksposur pada peningkatan tekanan) meningkatkan proliferasi stem cell,” ujarnya.

Eksperimen ini juga diketahui mempengaruhi panjang telomer dan produksi kolagen dalam tubuhnya. Telomer sendiri merupakan bagian DNA yang secara alami akan memendek seiring bertambahnya usia, yang berkontribusi pada penuaan. Sementara itu, kolagen berperan penting dalam menjaga struktur dan kekuatan jaringan tubuh.

“Lihat, saya berusia 55 tahun. Saya baru setengah jalan menjalani hal ini,” tambahnya.

Tekanan yang dialami Dituri selama berada di bawah air setara dengan 25 lb per square inch (sekitar 17,5 kgf/m²), jauh lebih tinggi dibandingkan tekanan normal di permukaan yang berkisar 14,7 lb per square inch (10,3 kgf/m²). Kondisi ini mempengaruhi berbagai aspek fisiologisnya, termasuk sistem pernapasan dan kandung kemih. Namun, selama eksperimen berlangsung, ia tetap memiliki akses ke berbagai peralatan pendukung untuk mempertahankan kesehatannya.

Sebagai ahli di bidang pengobatan hiperbarik, Dituri melakukan serangkaian uji medis selama tinggal di habitat bawah laut. Ia secara rutin memeriksa sampel darah dan air liurnya untuk mendokumentasikan perubahan yang terjadi. Selain itu, ia menjalani berbagai tes kesehatan seperti elektrokardiogram untuk memantau fungsi jantung, elektroensefalogram guna merekam aktivitas otak, serta pemeriksaan fungsi paru-paru untuk menilai dampak tekanan tinggi terhadap sistem pernapasan.

“Kita tahu bahwa tekanan hiperbarik meningkatkan proliferasi sel punca. Tekanan ini meningkatkan panjang telomer, juga meningkatkan kolagen, dan kolagen merupakan bahan penyusun setiap sel dalam tubuh Anda,” jelas Dituri.

Selain memberikan wawasan medis yang menarik, eksperimen ini juga membuahkan prestasi tersendiri bagi Dituri. Ia berhasil memecahkan rekor dunia sebagai manusia yang paling lama bertahan hidup di bawah air, melampaui rekor sebelumnya setelah 73 hari.

Meski penelitian ini telah memberikan hasil awal yang menjanjikan, para ilmuwan menekankan bahwa studi lebih lanjut masih diperlukan untuk memahami sepenuhnya bagaimana kondisi tekanan tinggi dapat mempengaruhi tubuh manusia dalam jangka panjang. Namun, satu hal yang pasti: manusia memiliki kemampuan luar biasa untuk beradaptasi dan bertahan di lingkungan yang paling ekstrem sekalipun.