Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) tengah berusaha menghadirkan internet fixed broadband dengan kecepatan hingga 100 Mbps hanya dengan biaya sekitar Rp 100 ribu – Rp 150 ribuan. Rencana ini melibatkan pemanfaatan pita frekuensi 1,4 GHz. Namun, apakah target ini bisa terealisasi? Salah satu operator seluler, XL Axiata, memberikan tanggapannya.
Chief Corporate Affairs XL Axiata, Marwan O. Baasir, menyebut bahwa operator telekomunikasi saat ini masih perlu melakukan analisis lebih lanjut sebelum memastikan strategi terbaik dalam menyediakan internet cepat dengan harga terjangkau.
“Saya nggak tahu secara analisisnya gimana, tapi yang ada sekarang ini kan perlu dianalisa dulu, ya kan, market yang ada sekarang. Saya kemarin ngobrol sama ketua umum (ATSI) juga diskusi mengenai hal ini, mengenai cara pengukuran,” ujar Marwan saat ditemui di XL Axiata Tower, Jakarta.
Jika merujuk pada laporan Speedtest Global Index dari Ookla pada Januari 2025, rata-rata kecepatan internet fixed broadband di Indonesia masih berkisar di angka 32 Mbps. Sementara itu, pelanggan yang ingin menikmati kecepatan 100 Mbps saat ini harus merogoh kocek hingga Rp 750 ribu per bulan.
Sebagai Sekretaris Jenderal Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), Marwan menekankan bahwa diperlukan metode pengukuran yang adil jika ingin merealisasikan internet 100 Mbps dengan harga lebih murah.
“Kalau pengukurannya nggak apple to apple atau parameternya tidak ditetapkan, tidak ditentukan. Saya kasih gambaran gini, selama ini kan masyarakat membeli layanan itu kan masih paket, ada paket 10 Mbps, 20 Mbps, 50 Mbps, ada 100 Mbps,” tuturnya.
“Nah, coba diukur berdasarkan paket-paket tersebut karena affordability kan, masyarakat beli dengan seenggaknya affordability dia. Saya punya kemampuan keuangan saya Rp 75 ribu, maka saya dapat 10 Mbps. Dengan 20 Mbps sekarang agaknya dapat Rp 150 ribu kali ya,” lanjutnya.
Tantangan lainnya datang dari wilayah dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Stabilitas kecepatan internet 100 Mbps dengan harga Rp 100 ribuan dinilai sulit untuk dicapai dalam waktu dekat, terutama di daerah yang padat penghuni.
“Untuk area rural, kan rural ada daerah padat, ada yang sampai 2.000 KK, gitu,” pungkasnya.
Sebelumnya, Komdigi mengumumkan persiapan seleksi pita frekuensi 1,4 GHz yang akan difokuskan untuk layanan internet rumah, serta mendukung sektor pendidikan dan kesehatan. Dalam konsultasi publik mengenai Rancangan Peraturan Menteri (RPM) terkait penggunaan spektrum frekuensi radio ini, pita frekuensi 1,4 GHz memiliki lebar pita 80 MHz, mencakup rentang 1.427-1.518 MHz.
Frekuensi ini nantinya akan diberikan dalam bentuk Izin Pita Frekuensi Radio (IPFR) kepada penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis packet switched (jartaplok). Wilayah cakupannya dibagi menjadi tiga regional yang tersebar di 14 zona, meliputi Sumatera, Jawa, Bali-Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, hingga Papua.
Hingga saat ini, Komdigi mengklaim bahwa setidaknya tujuh perusahaan telekomunikasi telah menyatakan minatnya untuk berpartisipasi dalam lelang frekuensi 1,4 GHz. Dengan banyaknya pihak yang tertarik, apakah cita-cita menghadirkan internet cepat dengan harga terjangkau dapat segera terwujud? Kita tunggu perkembangan selanjutnya.