Setiap bulan, puluhan akun media sosial dan situs web yang diduga menjadi sarana perekrutan ilegal bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI) berhasil ditutup. Meski demikian, ribuan lainnya masih beroperasi di dunia maya, menjerat calon pekerja dengan tawaran pekerjaan menggiurkan yang sering kali berujung pada eksploitasi.
Berdasarkan laporan dari Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) tahun 2023, lebih dari lima juta PMI berangkat ke luar negeri tanpa melalui prosedur resmi. Kondisi ini menjadikan mereka rentan terhadap berbagai bentuk eksploitasi tenaga kerja, termasuk perdagangan manusia. Sebagian besar dari mereka direkrut melalui platform digital, di mana agen ilegal menjanjikan gaji besar dan proses mudah, tetapi pada akhirnya malah berakhir dalam situasi kerja paksa, kekerasan, atau bahkan perbudakan modern.
Strategi Pemerintah dalam Menghadapi Ancaman Digital
Menyikapi permasalahan ini, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) bersama P2MI semakin memperketat pengawasan di dunia siber guna melindungi pekerja migran dari bahaya kejahatan digital yang terus berkembang.
Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, menegaskan pentingnya pengawasan ketat terhadap aktivitas daring yang berkaitan dengan pekerja migran.
“Kami telah mengembangkan sistem pemantauan siber yang dapat mendeteksi situs dan akun media sosial yang terindikasi melakukan perekrutan ilegal. Namun, tantangannya adalah mempercepat proses takedown agar ancaman ini dapat segera ditindak,” ujar Meutya dalam keterangan tertulisnya.
Lebih lanjut, Meutya menjelaskan bahwa kerja sama antar-kementerian dan lembaga menjadi faktor kunci dalam mempercepat penindakan terhadap konten digital yang membahayakan calon pekerja migran.
“Kami memiliki sistem pemantauan siber yang dapat mendeteksi serta menindak situs atau akun yang terindikasi merekrut PMI secara ilegal. Namun, dalam beberapa kasus, prosedur take down yang melibatkan platform digital memerlukan waktu lebih lama. Kami akan mendorong percepatan proses ini agar perlindungan terhadap PMI dapat lebih optimal,” tegasnya.
Upaya Edukasi Digital untuk Mencegah Penipuan
Selain memperketat pengawasan, Komdigi juga akan meningkatkan literasi digital bagi calon pekerja migran agar lebih waspada terhadap modus penipuan yang marak terjadi di ruang siber. Sosialisasi ini akan dilakukan melalui berbagai saluran komunikasi, termasuk media sosial, radio, dan televisi nasional, sehingga informasi mengenai jalur resmi bekerja di luar negeri dapat lebih mudah diakses oleh masyarakat.
“Pada prinsipnya kami juga dari sisi platform digital siap untuk membantu jika ada sosialisasi misalnya agen-agen yang harus dihindari oleh PMI atau mungkin lebih enak lewat infografis dan lain-lain. Bisa juga seperti peringatan modus-modus yang biasa digunakan oleh para pelaku, kita bisa buatkan kampanye digital atau iklan layanan masyarakat,” tuturnya.
Kolaborasi Antar-Kementerian untuk Perlindungan PMI
Sementara itu, Menteri P2MI Abdul Kadir Karding menyoroti tingginya jumlah pekerja migran yang direkrut secara ilegal melalui media sosial dan platform daring. Berdasarkan pemantauan P2MI, setiap bulan sekitar 23 hingga 27 situs atau akun media sosial harus ditindak karena terbukti memfasilitasi perekrutan ilegal.
“Kami membangun sinergi dengan Kementerian Komdigi dalam rangka memenuhi mandat utama yang diberikan oleh Presiden Prabowo Subianto,” tegasnya.
Dengan adanya kerja sama yang lebih erat antara Komdigi dan P2MI, pemerintah berharap perlindungan terhadap pekerja migran dapat berjalan lebih optimal, tidak hanya sebelum keberangkatan, tetapi juga saat mereka bekerja di luar negeri dan setelah kembali ke tanah air.
“Pemerintah berkomitmen untuk memanfaatkan teknologi digital sebagai alat utama dalam memerangi kejahatan siber yang mengancam keselamatan pekerja migran Indonesia,” pungkasnya.