Kebaya telah mendapatkan pengakuan sebagai warisan budaya dunia dari UNESCO. Prestasi ini bukan hanya menjadi kebanggaan Indonesia, tetapi juga bagi empat negara anggota ASEAN lainnya. Di kelima negara tersebut, kebaya memiliki variasi dan keunikan tersendiri, mencerminkan budaya dan tradisi lokal yang berbeda.
Pada sidang ke-19 Komite Antarpemerintah tentang Warisan Budaya Takbenda (ICH) yang berlangsung di Paraguay, Rabu (12/4), kebaya secara resmi terdaftar sebagai salah satu Warisan Budaya Takbenda Representatif UNESCO.
Tidak hanya Indonesia yang merayakan pencapaian ini, tetapi juga empat negara anggota ASEAN lainnya, yaitu Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, dan Thailand, yang turut berpartisipasi dalam penghargaan ini.
Kebaya di negara-negara lain selain Indonesia memiliki ciri khas dan penyesuaian yang mencerminkan budaya lokal masing-masing, meskipun tetap mempertahankan esensi sebagai pakaian tradisional yang elegan.
Ketua Umum Komunitas Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI), Rahmi Hidayati, menyatakan bahwa pada dasarnya kebaya memiliki kesamaan di semua negara. Kebaya memiliki ciri khas tertentu, antara lain, adanya bukaan di bagian depan, berlengan, dengan bentuk yang simetris di sisi kanan dan kiri, serta menutupi area dada dan perut. Ciri-ciri ini menjadi dasar yang membedakan kebaya sebagai pakaian tradisional yang memiliki identitas khas di setiap negara.
“Kebaya itu busana yang sopan. Dari sejarah yang saya baca, terus ada kajian ilmiah, sejarah kebaya itu bersamaan dengan sejarah masuknya Islam di Indonesia. Nenek moyang kita dulu busananya ada yang telanjang dada, ada kemben. Lalu begitu Islam masuk, pakaian jadi menutup bahu,” kata Rahmi Hidayati.
Kebaya khas Indonesia yang paling dikenal mencakup kebaya kutubaru, kebaya Kartini, dan kebaya encim. Masing-masing jenis kebaya ini memiliki desain dan sejarah yang khas, namun umumnya dipadukan dengan bawahan berupa lilitan wastra, seperti kain batik atau tenun.
Batik dan tenun ini tidak hanya menambah keindahan visual, tetapi juga membawa makna budaya yang mendalam, menjadikan kebaya sebagai pakaian tradisional yang sarat akan nilai estetika dan simbolis.
Di Malaysia, kebaya memiliki ciri khas yang berbeda, di mana atasan dan bawahan biasanya terbuat dari satu jenis bahan atau tekstur yang seragam. Bentuk atasan kebaya di Malaysia lebih menyerupai tunik tanpa bukaan di bagian depan.
Busana tradisional ini lebih dikenal dengan nama baju kurung, yang sering dipadukan dengan kain sarung atau rok panjang, menciptakan tampilan yang sederhana namun tetap elegan.
Bentuk kebaya yang khas di Singapura dapat ditemukan pada seragam kru maskapai nasional Singapore Airlines. Sejak 1972, para pramugari Singapore Airlines telah mengenakan seragam yang mengusung siluet kebaya, yang dirancang dengan sentuhan modern namun tetap mempertahankan elemen tradisional.
Seragam ini tidak hanya mencerminkan budaya Singapura, tetapi juga menjadi simbol keanggunan dan profesionalisme dalam pelayanan maskapai tersebut.
Bentuk kebaya di Thailand juga memiliki kekhasan tersendiri. Wanita Thailand mengenakan berbagai jenis busana tradisional, dan salah satu yang paling mendekati bentuk kebaya adalah chitlada.
Pakaian tradisional ini memiliki ciri khas dengan desain yang longgar dan elegan, memadukan elemen modern dan tradisional. Meskipun tidak sepenuhnya menyerupai kebaya, chitlada mencerminkan kesamaan dalam hal keanggunan dan nilai budaya yang terkandung dalam pakaian tradisional wanita Thailand.
Brunei Darussalam juga memiliki kebaya yang merupakan bagian dari warisan budaya tradisionalnya. Kebaya di Brunei sekilas mirip dengan kebaya Malaysia, namun dengan perbedaan signifikan pada potongannya yang lebih longgar.
Kebaya Brunei cenderung mengarah pada siluet blus, memberikan kesan lebih santai namun tetap elegan. Desainnya mencerminkan kesederhanaan dan keanggunan, dengan tetap mempertahankan elemen tradisional yang khas dalam budaya Brunei.