Krisis Polusi di Indonesia: BBM Kotor Sebagai Penyebab Utama Penyakit - Beritakarya.id

Krisis Polusi di Indonesia: BBM Kotor Sebagai Penyebab Utama Penyakit

Aliansi Masyarakat Sipil dan Ahli meminta Presiden Joko Widodo untuk segera menerapkan kebijakan bahan bakar minyak (BBM) dengan kadar sulfur rendah sebagai bagian dari komitmen pemerintah dalam menangani masalah polusi udara. Mereka berharap Presiden Jokowi dapat menghilangkan peredaran BBM yang berkualitas buruk, demi menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan sehat bagi masyarakat.

Tuntutan ini muncul setelah pemerintah mengumumkan rencananya untuk menyesuaikan standar bahan bakar minyak, dengan menetapkan ketentuan kadar sulfur rendah Euro4/IV, sesuai yang diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 20 Tahun 2017. Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, telah menyampaikan rencana ini beberapa kali sejak Juni 2024.

“Keadaan ini sangat mendesak karena kualitas udara kita semakin memburuk. Semua parameter yang digunakan untuk mengukur kualitas udara menunjukkan penurunan, sehingga kondisi di kota-kota besar di Indonesia, khususnya wilayah Jabodetabek, sudah memasuki tahap krisis,” ujar Ahmad Safrudin selaku Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) dalam webinar yang disiarkan di YouTube infokpbb, Rabu (11/9).

“Polusi Udara di DKI Jakarta berdampak langsung pada kesehatan warga Jakarta. Di tahun 2010 saja, tercatat lebih dari setengah penyakit pernafasan di Jakarta disebabkan langsung oleh polusi udara. Tren ini terus meningkat setiap tahunnya,” timpal Budi Haryanto, Guru Besar Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Komite Pemantauan Kebijakan dan Bahan Bakar (KPBB) mengungkapkan bahwa kualitas bahan bakar minyak, baik diesel maupun bensin, yang tersedia di pasaran saat ini, sebagian besar tidak memenuhi standar Euro 4/IV. Hal ini disebabkan oleh tingginya kandungan sulfur dalam bahan bakar tersebut. Kandungan sulfur yang tinggi ini berkontribusi secara signifikan terhadap pencemaran udara, terutama karena gas buang dari kendaraan bermotor menjadi penyumbang utama polusi di daerah perkotaan, terutama di wilayah Jabodetabek.

Indonesia telah menetapkan penerapan standar Euro 4/IV sejak 2017 melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) No. 20 Tahun 2017. Namun, penerapan tersebut hanya terfokus pada aspek teknologi kendaraan, sementara pasokan bahan bakar minyak (BBM) yang beredar di pasar Indonesia, khususnya yang bersubsidi, masih jauh dari memenuhi standar Euro 4/IV.

“Semua tipe BBM baik diesel maupun bensin yang ada di pasaran ini hanya memenuhi standar Euro1 dan ada beberapa yang memenuhi standar Euro3. Dan hanya satu yang memenuhi standar Euro4/IV yaitu Pertamax Turbo (bensin) dan Perta-DEX HQ (solar/diesel fuel), namun demikian pasokannya sangat kecil sekitar 1% atau 400 rb KL/tahun dan bahkan Perta-DEX HQ malah diekspor semua ke Malaysia,” bilang Ahmad.

Kondisi ini memaksa masyarakat Indonesia untuk mengandalkan BBM dengan kualitas yang jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara lain, serta menghirup udara dengan tingkat polusi yang jauh lebih tinggi dibandingkan kota-kota di negara lain yang telah berhasil menerapkan standar Euro 4/IV. Penerapan standar Euro 4/IV diperkirakan dapat mengurangi emisi NOx dan partikel polutan PM 2.5 secara signifikan, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Koalisi Pejuang Bumi Bersih (KPBB). Langkah ini diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap penurunan risiko penyakit yang terkait dengan polusi udara, sebagaimana ditemukan dalam penelitian yang dilakukan oleh Universitas Indonesia.

“Apabila kita bisa mulai membersihkan pasokan BBM di pasaran mulai hari ini sampai dengan 2028, kita bisa menekan kasus pneumonia akibat polusi udara di kota Jakarta sampai dengan lebih dari sepertiga kasus hari ini. Sebaliknya apabila kita tidak melakukan apa-apa ya penyakit ganas yang merupakan pembunuh balita ini akan terus meningkat secara signifikan setiap tahunnya,” tambah Budi.

“Ini baru satu penyakit, sementara ada setidaknya 12 penyakit yang terkait dengan polusi udara,” kata Budi lagi.

Kementerian Kesehatan telah mencatat bahwa beban kesehatan yang tercatat melalui data BPJS mencapai Rp 10 triliun, yang diduga berkaitan dengan dampak pencemaran udara. Dalam pernyataan terpisah pekan lalu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin juga menegaskan bahwa polusi udara secara global telah menyebabkan sekitar 7 juta kematian prematur.

Koalisi masyarakat sipil dan pakar mengungkapkan kekecewaannya terhadap lambannya tindakan pemerintah dalam menerapkan kebijakan bahan bakar minyak (BBM) yang lebih bersih. Beberapa laporan media mengindikasikan adanya keraguan dari Presiden Jokowi dalam memberikan dukungan terhadap langkah-langkah kebijakan strategis yang diperlukan agar Pertamina dapat menyediakan BBM yang lebih ramah lingkungan.

“Pemenuhan BBM berkualitas dan bersih itu amanah dari putusan citizen lawsuit tentang polusi udara. Pemerintah khususnya Presiden sebagai tergugat seharusnya mentaati hasil putusan pengadilan dan segera memberlakukan kebijakan BBM rendah sulfur standar Euro 4 ini,” ujar Alfred Sitorus dari Koalisi Pejalan Kaki.

“Jangan sampai ini menjadi rapor merah Presiden Jokowi.” tambah Alfred.