Mendidik anak agar dapat mengurus kebutuhan buang air kecil dan besar secara mandiri merupakan salah satu tahap krusial dalam perkembangan mereka. Proses ini, yang umumnya dikenal dengan istilah pelatihan toilet, memerlukan ketekunan dan keteraturan dari orang tua untuk mencapainya.
Anggota Unit Kelompok Kerja Tumbuh Kembang Pediatri Sosial Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Meitha Pingkan Esther T SpA (K), berbagi berbagai tips dalam membantu anak belajar untuk menggunakan toilet secara mandiri, baik untuk berkemih maupun buang air besar.
Dalam sebuah webinar tentang pelatihan toilet yang diselenggarakan pada Selasa (24/12/2024) dan diikuti secara daring dari Jakarta, dr. Meitha menyarankan agar orang tua menetapkan jadwal latihan yang teratur bagi anak dalam proses ini.
“Kita bisa mengajak anak ke kamar mandi setiap 90 menit. Kalau tidak buang air kecil, interval berikutnya kita mungkin pendekkan kita bisa bikin 60 menit. Kalau anak itu buang air kecil, jadwal ke toiletnya itu kita kembalikan ke 90 menit, sehingga di sini anak akan diajar menunggu sampai dia dibawa ke toilet,” kata dia.
Dr. Meitha juga menekankan pentingnya memberikan dorongan positif kepada anak agar mereka dapat duduk di toilet selama tiga menit atau lebih.
Ia menyarankan orang tua untuk mengajak anak bernyanyi atau memberikan mainan sebagai hiburan, sehingga anak merasa lebih nyaman. Namun, orang tua harus tetap mengingatkan anak bahwa mereka sedang berada di toilet untuk tujuan buang air kecil atau besar, meskipun suasana di sekitar mereka lebih menyenangkan.
Jika anak mengompol atau buang air kecil di celana selama periode antara waktu ke kamar mandi, dr. Meitha menyarankan agar orang tua memberikan koreksi dengan melibatkan anak dalam memahami konsekuensinya.
“Kita bisa melakukan prosedur koreksi berupa minta anak membantu membersihkan sebanyak anak mampu. Dan hal ini jangan dilakukan secara menghukum, ini dilakukan agar anak mengalami konsekuensi alami dan dapat dijadikan pencegahan terjadinya accident lagi,” kata dokter Meitha.
Orang tua juga perlu memperhatikan seberapa sering anak mengompol. Jika anak terlalu sering buang air kecil di celana, dr. Meitha menyarankan agar orang tua mempertimbangkan untuk mempersingkat interval antara jadwal kunjungan ke toilet.
Dr. Meitha juga mengingatkan agar orang tua menghindari penggunaan popok atau celana dalam selain saat tidur siang atau malam, khususnya pada tahap awal pelatihan toilet.
Hal ini penting untuk membantu anak terbiasa dengan penggunaan toilet secara mandiri. Untuk mendukung kelancaran proses toilet training, orang tua dapat menyediakan berbagai alat pendukung, seperti sisipan pada dudukan toilet untuk kenyamanan anak.
Dr. Meitha menekankan pentingnya bagi orang tua dan anggota keluarga untuk memberikan apresiasi atas setiap kemajuan yang dicapai anak selama proses toilet training.
Pujian dan penghargaan terhadap pencapaian anak, sekecil apapun, dapat meningkatkan motivasi dan rasa percaya diri anak, yang pada akhirnya membantu mereka mencapai tujuan pelatihan dengan lebih efektif.
Proses pembelajaran toilet training dapat dianggap berhasil ketika anak secara otomatis pergi ke toilet saat merasa ingin berkemih atau buang air besar, serta mampu melakukannya secara mandiri.
Ini mencakup kemampuan anak untuk membersihkan diri setelahnya dan mengenakan kembali pakaian mereka tanpa bantuan. Keberhasilan ini menunjukkan bahwa anak telah mengembangkan keterampilan dan kebiasaan yang diperlukan untuk mengurus kebutuhannya secara mandiri.
“Jadi ini sudah pada kondisi alami hingga begitu anak itu merasa untuk toileting maka dia akan dengan sendirinya ke kamar mandi,” kata dr Meitha.