Selama masa liburan Natal 2024, ratusan ribu kendaraan bermotor meninggalkan wilayah Jakarta. Akibatnya, kualitas udara di ibu kota mengalami peningkatan yang signifikan. Menariknya, tingkat kejernihan udara di kota ini saat itu hampir setara dengan standar kebersihan udara di Singapura!
Di sejumlah area seperti Kuningan, Tebet, dan Senayan di Jakarta Selatan, volume lalu lintas terlihat cukup lengang. Hal ini terbilang tidak biasa, mengingat waktu pemantauan dilakukan antara pukul 07.00 hingga 08.30 WIB, saat biasanya aktivitas masyarakat mencapai puncaknya.
Umumnya, wilayah tersebut kerap dipadati kendaraan bermotor yang menyebabkan kemacetan parah. Bahkan, di beberapa titik sepanjang Bassura hingga kawasan Kota Casablanca, deretan mobil dan motor sering kali tersendat, menciptakan antrean panjang yang sulit terurai.
Sebanyak 391 ribu kendaraan tercatat meninggalkan Jakarta selama periode libur Natal, yang berlangsung dari 21 hingga 25 Desember 2024. Data ini diumumkan tepat pada hari perayaan Natal, 25 Desember.
Dengan periode liburan yang masih berlangsung hingga Tahun Baru, kemungkinan besar angka tersebut akan terus meningkat seiring bertambahnya jumlah warga yang meninggalkan kota.
Berdasarkan data dari laman IQ Air, kualitas udara di Jakarta menunjukkan perbaikan signifikan dalam sepekan terakhir. Pada periode 25-26 Desember, indeks kualitas udara (AQI) bahkan sempat mencapai level 44, yang dikategorikan sebagai ‘sehat’. Status ini ditandai dengan warna hijau.
Siang tadi, menurut data dari sumber yang sama, kualitas udara di Jakarta tercatat pada angka 61 dengan kategori ‘moderate’ atau sedang. Menariknya, tingkat kebersihan udara ini hampir sebanding dengan Singapura, yang pada waktu yang sama mencatat angka 55.
Hal ini cukup mengejutkan, mengingat biasanya terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara Jakarta dan negara berjuluk Negeri Singa tersebut dalam hal kualitas udara.
Pada jam-jam sore, kualitas udara di Singapura tercatat berada di level 58, sementara Jakarta sedikit lebih tinggi di angka 62. Meski demikian, kedua kota ini sama-sama masuk dalam kategori ‘moderate’ atau sedang, yang ditandai dengan warna kuning.
Kondisi kualitas udara yang membaik ini berhasil membawa Jakarta keluar dari daftar “50 kota dengan polusi tertinggi di dunia.” Mantan ibu kota tersebut kini berada di peringkat ke-67, sedikit lebih tinggi dibandingkan Singapura yang menempati posisi ke-73.
Berdasarkan studi komprehensif Source Apportionment yang dilakukan oleh Kemenko Marves bekerja sama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) dan sejumlah pakar, kendaraan bermotor tetap menjadi kontributor utama polusi udara di Jakarta.
Emisi dari kendaraan bermotor menyumbang sekitar 32-41 persen terhadap polusi udara di Jakarta selama musim hujan. Namun, kontribusinya melonjak tajam menjadi 42-57 persen ketika memasuki musim kemarau.
Sementara itu, pembakaran batu bara untuk sektor industri dan pembangkit listrik hanya menyumbang sekitar 14 persen terhadap polusi udara di Jakarta. Data ini diperoleh dari pengumpulan sampel di tiga titik strategis di kota Jakarta.