Pengguna TikTok di Amerika Serikat (AS) belakangan ini dibanjiri oleh gelombang video yang diunggah oleh para influencer asal China. Video-video ini mengajak audiens AS untuk membeli barang langsung dari pabrik-pabrik di China, dengan tujuan menghindari tarif tinggi yang diterapkan oleh Presiden AS, Donald Trump. Fenomena ini semakin mengguncang pasar digital di tengah ketegangan perdagangan antara dua negara ekonomi terbesar dunia.
Sebagian besar video tersebut menampilkan pabrik-pabrik yang mengklaim menjadi pemasok produk dari merek-merek terkenal seperti Lululemon Athletica, Louis Vuitton, dan Nike. Influencer dalam video ini tak segan-segan menunjukkan kepada penonton bahwa barang-barang yang mereka iklankan diproduksi di China, negara yang telah lama menjadi pusat produksi barang dunia.
Bahkan, beberapa dari mereka dengan percaya diri memberikan tautan URL dan informasi kontak yang memungkinkan para konsumen untuk langsung memesan produk dari produsen di China tanpa melalui perantara.
“Mengapa Anda tidak menghubungi kami dan membeli dari kami? Anda tidak akan percaya dengan harga yang kami berikan,” ujar seorang kreator yang mempromosikan tas mewah, sebagaimana dikutip dari Hindustan Times pada Selasa (15/4/2025).
Salah satu video menarik perhatian, di mana kreator TikTok @LunaSourcingChina berdiri di depan sebuah pabrik yang diklaim memproduksi legging yoga merek Lululemon dengan harga yang sangat terjangkau, sekitar USD 5 hingga USD 6. Angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan harga yang tercantum di AS, yang lebih dari USD 100.
“Bahan dan pengerjaannya pada dasarnya sama karena berasal dari jalur produksi yang sama,” tambahnya.
Di sisi lain, video lain menunjukkan seorang pria yang mengaku memiliki akses ke pabrik yang memproduksi tas Louis Vuitton, dan menurutnya, produk tersebut bisa dijual langsung ke konsumen dengan harga USD 50. Namun, klaim-klaim tersebut langsung disangkal oleh kedua perusahaan ternama tersebut, yang menegaskan bahwa mereka tidak memproduksi produk di China.
Louis Vuitton dan Lululemon masing-masing telah menyatakan bahwa mereka tidak memproduksi barang mereka di negara tersebut. Louis Vuitton secara eksplisit menegaskan bahwa mereka tidak pernah membuat produk di China. Sedangkan Lululemon mengungkapkan bahwa hanya sekitar 3% dari produk jadi mereka yang diproduksi di China, dan produk asli hanya tersedia di toko Lululemon, situs web resmi, serta mitra resmi.
“Mereka mencoba mencampuradukkan produsen palsu di China dengan produsen asli,” kata Conrad Quilty-Harper, penulis Dark Luxury, sebuah buletin yang membahas industri barang mewah.
Quilty-Harper menambahkan, >”Mereka sangat pintar menggunakan media sosial, dan mereka sangat efektif dalam mendorong permintaan di Barat.”
Sebagai tanggapan terhadap video-video yang beredar, banyak pengguna TikTok melaporkan bahwa konten tersebut muncul di feed mereka dalam beberapa hari terakhir, seiring dengan semakin memanasnya perang dagang antara AS dan China. Dalam kebijakan yang diterapkan Trump, tarif tinggi sebesar 145% dikenakan pada barang-barang impor dari China, meskipun beberapa produk seperti smartphone dan perangkat elektronik lainnya telah dikecualikan dari tarif tersebut.
China sendiri merespons kebijakan ini dengan menerapkan tarif 125% pada impor dari AS, yang semakin memperburuk ketegangan antara kedua negara tersebut. Sementara itu, banyak video yang tersebar di TikTok dianggap oleh para ahli sebagai iklan cerdas yang diproduksi dalam skala besar oleh influencer, yang kemungkinan besar dibayar oleh produsen. Namun, ada juga video-video yang diproduksi dengan anggaran terbatas, mungkin di pabrik atau gudang kecil.
China diketahui memiliki pasar barang palsu terbesar di dunia, dengan Bea Cukai AS melaporkan penyitaan barang palsu senilai sekitar USD 1,8 miliar pada tahun 2023. Menurut Quilty-Harper, industri barang palsu di China telah menjadi masalah utama bagi perusahaan-perusahaan Barat selama bertahun-tahun.
“Ini adalah bagian dari pertarungan geopolitik yang sangat besar antara Amerika dan China atas kekayaan intelektual. Dan sangat menarik untuk melihat pertarungan propaganda semacam ini terjadi di video TikTok yang memiliki trafik tinggi ini,” tambah Quilty-Harper.