Jutaan tahun yang lalu, di kawasan yang kini menjadi Amerika Utara, predator terbesar yang menguasai lahan basah bukanlah dinosaurus, melainkan buaya purba yang bernama Deinosuchus. Dengan panjang tubuh yang bisa mencapai lebih dari 10 meter dan berat yang lebih dari lima ton, buaya ini bukan sekadar pemangsa biasa. Sebagai “raja” di habitatnya, Deinosuchus bukan hanya mengejutkan para ilmuwan dengan ukuran dan kekuatannya, tetapi juga menantang pemahaman kita tentang ekosistem prasejarah.
Deinosuchus, yang berarti “buaya mengerikan” dalam bahasa Yunani, meninggalkan jejak yang tak terbantahkan melalui bekas gigitan pada tulang dinosaurus yang menjadi mangsanya. Bukti ini menunjukkan bahwa meskipun dunia prasejarah penuh dengan makhluk raksasa, buaya purba ini lebih menonjol dalam peranannya sebagai predator puncak. Namun, pertanyaan besar yang terus menggelayuti para ahli adalah bagaimana Deinosuchus bisa tumbuh begitu besar dan tersebar luas di Amerika Utara.
Sebuah penelitian baru yang diterbitkan di Communications Biology mengklaim telah memecahkan misteri ini dengan menggeser posisi Deinosuchus dalam pohon keluarga buaya. Penelitian ini membuka perspektif baru mengenai bagaimana buaya purba ini berkembang biak di habitat yang lebih asin, seperti pesisir dan muara, mirip dengan buaya air asin yang ada saat ini. Márton Rabi, seorang paleontolog dari Universitas Tübingen di Jerman, yang juga terlibat dalam studi ini, menjelaskan, “Kami ingin lebih memahami bagaimana Deinosuchus menjadi predator puncak yang sukses di lahan basah pesisir di seluruh Amerika Utara, mengapa ia tumbuh begitu besar.”
Deinosuchus dan Pohon Keluarga Buaya
Penelusuran tentang Deinosuchus dimulai pada tahun 1858, ketika sepasang gigi fosil ditemukan di North Carolina, Amerika Serikat. Sejak saat itu, lebih banyak fosil, seperti pelindung tulang, potongan tengkorak, dan bagian kerangka lainnya ditemukan di berbagai lokasi di sepanjang pesisir Amerika Utara, termasuk Meksiko, Texas, dan New Jersey. Fosil-fosil ini memberi gambaran tentang kehidupan Deinosuchus di rawa-rawa dan dataran rendah yang membentang luas di Zaman Kapur.
Selama bertahun-tahun, para ahli paleontologi menggolongkan Deinosuchus sebagai bagian dari kelompok alligatoroid, yang mencakup semuaigator Amerika dan alligator China. Namun, studi terbaru menunjukkan adanya perubahan dalam pemahaman ini. Deinosuchus, dengan moncongnya yang lebar dan membulat, lebih mirip dengan alligator daripada buaya lainnya, menunjukkan adanya hubungan yang lebih dekat antara keduanya. Márton Rabi dan timnya mengusulkan bahwa Deinosuchus seharusnya ditempatkan dalam garis keturunan purba yang lebih tua, terpisah jauh dari nenek moyang buaya dan alligator modern.
Dengan pembaruan ini, Deinosuchus diakui memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan habitat yang lebih asin, memungkinkan mereka berkembang di lingkungan pesisir seperti yang dilakukan oleh buaya air asin saat ini.
Mitos tentang Toleransi terhadap Air Asin
Salah satu argumen dalam penelitian ini adalah bahwa Deinosuchus mungkin lebih toleran terhadap air asin daripada buaya air tawar. Para peneliti berpendapat bahwa buaya purba ini dapat berenang melintasi lautan yang membelah Amerika Utara, mirip dengan perilaku buaya modern. Namun, pendapat ini menuai skeptisisme dari beberapa ahli lainnya.
Adam Cossette, seorang ahli paleontologi dari New York Technology Institute yang tidak terlibat dalam studi ini, mengkritik metodologi yang digunakan dalam penelitian tersebut. “Saya tidak setuju dengan pendapat bahwa spesies Deinosuchus toleran terhadap air asin,” kata Cossette. Ia menunjukkan bahwa fosil Deinosuchus yang ditemukan di Texas dan Utah lebih sering terkait dengan lingkungan air tawar yang jauh dari pesisir. Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa Deinosuchus lebih memilih air tawar tetapi bisa bertahan dalam kondisi tertentu yang memerlukan adaptasi.
Penyebab “Gigantisme” Deinosuchus
Berdasarkan fosil yang ditemukan, Deinosuchus diyakini sebagai predator puncak yang sangat kuat. Bahkan, buaya ini dapat tumbuh lebih panjang dan lebih besar daripada Tyrannosaurus rex, salah satu dinosaurus karnivora yang paling terkenal. Penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan raksasa buaya ini sangat bergantung pada dua faktor utama: akses ke makanan yang melimpah dan lahan basah yang sangat produktif.
Márton Rabi menjelaskan bahwa untuk menghasilkan buaya sebesar Deinosuchus, diperlukan tingkat pertumbuhan yang cepat di awal kehidupan, serta pasokan makanan yang konsisten. “Lahan basah dengan produktivitas tinggi, termasuk spesies mangsa, sangat penting bagi evolusi Deinosuchus,” kata Rabi.
Selain faktor makanan, stabilitas lingkungan juga memainkan peran penting dalam berkembangnya Deinosuchus. Max Stockdale, seorang ahli paleontologi dari Bristol University, menambahkan bahwa faktor-faktor seperti suhu lingkungan yang stabil memungkinkan reptil purba ini berkembang menjadi raksasa. “Gigantisme yang kita lihat pada Deinosuchus merupakan cerminan stabilitas lingkungan,” ujar Stockdale.
Kesimpulan
Deinosuchus adalah bukti nyata dari bagaimana evolusi dapat menghasilkan predator raksasa yang menguasai habitatnya dengan cara yang luar biasa. Meskipun masih banyak misteri yang menyelubungi buaya purba ini, studi terbaru memberikan wawasan penting tentang bagaimana mereka berkembang dan beradaptasi dengan lingkungan mereka. Dengan ukuran tubuh yang luar biasa dan kekuatan gigitan yang tak tertandingi, Deinosuchus menduduki puncak rantai makanan pada masa Zaman Kapur, mengingatkan kita akan betapa luar biasanya dunia prasejarah.