Direktur Pemberitaan JakTV yang kini nonaktif, Tian Bahtiar (TB), resmi berstatus sebagai tahanan kota di wilayah Bekasi. Status tersebut merupakan perubahan dari penahanan sebelumnya di Rumah Tahanan Salemba, menyusul alasan medis yang disampaikan pihak Kejaksaan Agung. Untuk mencegah potensi pelanggaran ruang geraknya, aparat memasang perangkat elektronik yang berfungsi seperti gelang pelacak pada tubuhnya.
Tian resmi ditetapkan sebagai pihak yang diduga menghalangi jalannya pengusutan kasus besar, yakni perkara korupsi timah dan distribusi minyak goreng, pada Selasa dini hari, 22 April 2025. Selain Tian, dua orang advokat yang disebut-sebut bernama Marcella Santoso (MS) dan Junaedi Saibih (JS) juga turut menyandang status tersangka.
Setelah ditetapkan sebagai pihak yang patut diduga terlibat, Tian sempat menjalani masa tahanan selama hampir tiga pekan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung. Namun pada Kamis sore, 24 April 2025, ia dipindahkan ke sistem penahanan kota lantaran kondisi kesehatannya memburuk.
“TB sudah dialihkan penahanannya menjadi tahanan kota sejak Kamis sore, karena alasan sakit,” kata Harli kepada wartawan, Jumat (25/4).
Harli Siregar, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, menyampaikan bahwa perubahan status penahanan dilakukan setelah ada diskusi antara penyidik dan dokter yang merawat Tian. Kini Tian dikenai kewajiban untuk melapor secara rutin.
“Dapat kami sampaikan bahwa ternyata yang bersangkutan ada riwayat sakit jantung dan sudah delapan ring dipasang, kemudian ada kolesterol dan (masalah) di pernapasan,” kata Harli di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (28/4).
“Yang bersangkutan juga dikenakan untuk wajib lapor setiap hari Senin, satu kali dalam satu minggu,” tambah dia.
Perangkat Pemantau dan Penjamin dari Keluarga
Guna menjamin Tian tetap berada dalam jangkauan hukum, pihak kejaksaan menerapkan dua pendekatan: alat pelacak elektronik yang menempel di badannya, serta jaminan dari istrinya yang bersedia menjadi penanggung jawab.
“Ada juga jaminan orang terhadap proses pengalihan itu, istri yang bersangkutan. Terkait dengan pengalihan penahanan ini, dari rutan menjadi kota, kepada yang bersangkutan juga dilekatkan alat elektronik (detektor) yang akan melakukan pemantauan terhadap pergerakan,” tutur Harli.
Penerapan alat deteksi elektronik bukan hal baru. Sejak tahun 2024, Kejagung telah menerapkannya kepada para tahanan rumah dan kota, termasuk pada kasus korupsi besar seperti dugaan manipulasi tata kelola emas 109 ton di PT Antam.
“Bukanlah, gini maksudnya. Kita itu programnya itu di tahun 2024 sudah dilaksanakan di daerah-daerah juga. Nah, kan tidak harus tindak pidana korupsi. Misalnya terhadap pelaku tindak pidana umum lainnya juga dikenakan itu kalau dia yang dikenakan tahanan kota/tahanan rumah,” kata Harli Siregar, Jumat (19/7/2024).
Lebih lanjut, Harli menjelaskan bahwa teknologi pelacak ini merupakan alat bantu bagi penyidik dan jaksa untuk melakukan pengawasan agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan oleh pihak yang sedang menjalani penahanan non-rutan.
“Makanya saya harus cek dulu. Seingat saya, mungkin ini yang pertama untuk tidak pidana korupsi di Kejagung yang dilakukan penahanan kota. Tapi saya harus cek dulu. Makanya ini dipakaikan, ini kan baru awal, sekitar Februari lalu, jadi baru berlangsung,” ujarnya.
“Secara internal ada (dasar aturan). Tapi yang pastikan ini kan untuk melakukan deteksi, pemantauan, supaya lebih efektif gitu loh. Jadi untuk memitigasi para pelaku tindak pidana yang di tahanan kota/rumah itu melakukan penyalahgunaan status itu. Kalau dari sisi SOP apa itu ada,” ucap Harli.
“Ini kan pakai vendor, mereka sosialisasi, jadi sudah didahului sosialisasi ke daerah-daerah tentang cara penggunaannya, gitu loh,” sambungnya.
Dugaan Pengaburan Fakta dan Manipulasi Narasi
Keterlibatan Tian dalam kasus perintangan perkara tidak sekadar mendiamkan proses hukum, melainkan diduga aktif berperan dalam membentuk opini yang menyesatkan publik. Menurut Kejagung, Tian bekerja sama dengan dua pengacara untuk membelokkan pemberitaan mengenai dua kasus korupsi besar tersebut.
“Terdapat permufakatan jahat yang dilakukan MS, JS, bersama-sama dengan TB selaku Direktur Pemberitaan JakTV untuk mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah IUP di PT Timah dan tindak pidana korupsi dalam kegiatan importasi gula atas nama Tersangka Tom Lembong. Baik dalam penyidikan, penuntutan, maupun pemeriksaan di pengadilan,” kata Qohar dalam jumpa pers di Kejagung, Selasa (24/4) dini hari.
Abdul Qohar selaku Direktur Penyidikan Jampidsus menjelaskan bahwa Tian menerima dana hampir setengah miliar rupiah untuk menciptakan konten yang merugikan reputasi lembaga kejaksaan.
“Sementara yang saat ini prosesnya sedang berlangsung di pengadilan dengan biaya sebesar Rp 478.500.000 yang dibayarkan oleh Tersangka MS dan JS kepada TB yang dilakukan dengan cara sebagai berikut. Tersangka MS dan JS mengorder tersangka TB untuk membuat berita-berita negatif dan konten-konten negatif yang menyudutkan Kejaksaan terkait dengan penanganan perkara a quo, baik di penyidikan, penuntutan, maupun di persidangan,” tutur dia.
“Dan tersangka TB mempublikasikannya di media sosial, media online, dan JakTV News, sehingga Kejaksaan dinilai negatif, dan telah merugikan hak-hak tersangka atau terdakwa yang ditangani Tersangka MS dan Tersangka JS selaku penasihat hukum tersangka atau Terdakwa,” imbuhnya.
Tak hanya menyajikan pemberitaan yang menyesatkan, Tian juga dituduh menyebarluaskan narasi manipulatif lewat kegiatan talk show, seminar, dan konten media sosial yang dikemas sedemikian rupa agar seolah-olah berimbang. Padahal, isinya dianggap sebagai bentuk serangan terhadap kredibilitas penegak hukum.
“Tersangka MS dan Tersangka JS menyelenggarakan dan membiayai kegiatan seminar-seminar, podcast, dan talk show di beberapa media online, dengan mengarahkan narasi-narasi yang negatif dalam pemberitaan untuk mempengaruhi pembuktian perkara di persidangan, kemudian diliput oleh tersangka TB dan menyiarkannya melalui JakTV dan akun-akun ofisial JakTV, termasuk di media TikTok dan YouTube. Tersangka TB memproduksi acara TV show melalui dialog, talk show, dan diskusi panel di beberapa kampus yang diliput JakTV,” kata dia.
Dengan berbagai tindakan tersebut, Tian Bahtiar dianggap telah melakukan praktik serupa “menebar asap ke mata publik” — upaya untuk membuyarkan fokus penyidik dan menyesatkan opini masyarakat demi kepentingan para tersangka lainnya.