Menteri Koordinator Kumham, Imipas Yusril Ihza Mahendra, resmi menandatangani kesepakatan dengan Wakil Menteri Departemen Kehakiman Filipina, Raul Vasquez. Kesepakatan tersebut mengatur pemindahan narapidana kasus narkoba, Mary Jane Veloso, ke Filipina. Yusril juga mengungkapkan bahwa pemerintah Filipina telah mengubah hukuman Mary Jane menjadi penjara seumur hidup.
“Pemerintah Filipina sudah memberikan pemberitahuan ke kita bahwa Mary Jane itu akan diubah status hukumannya dari hukuman mati ke hukuman seumur hidup,” kata Yusril usai menandatangani practical arrangement di kantor Kemenko Kumham Imipas, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (6/12/2024).
Sebagai informasi, Mary Jane adalah warga negara Filipina yang pada tahun 2010 dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Sleman, Yogyakarta, atas kasus narkotika. Meski pemerintah Indonesia tidak memberikan grasi, mereka menyetujui pemulangannya ke Filipina.
Yusril menjelaskan bahwa peringanan hukuman Mary Jane didasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku di Filipina. Ia menambahkan bahwa Filipina kini telah menghentikan praktik pemberian hukuman mati bagi para terpidana kasus narkoba.
“Karena Filipina sendiri sudah tidak melaksanakan hukuman mati di negaranya,” ucapnya.
Setelah pemulangan Mary Jane, pemerintah Indonesia berhak untuk memperoleh informasi terkini terkait kasus tersebut. Yusril mengungkapkan bahwa pemerintah Filipina berkomitmen untuk memberikan akses kepada Indonesia terkait perkembangan kasus Mary Jane.
“Kita punya akses untuk memantau apa yang dilakukan oleh pemerintah Filipina terhadap Mary Jane. Sesudah ditransfer, pemerintah Filipina berjanji akan membuka akses bagi kita,” ujar Yusril.
Yusril menjelaskan bahwa langkah tersebut tetap sah meskipun belum ada undang-undang yang mengaturnya. Ia menambahkan bahwa dalam situasi di mana dasar hukumnya belum ada, keputusan semacam ini menjadi hak prerogatif presiden. Langkah ini menunjukkan fleksibilitas hukum yang bisa dipertimbangkan dalam situasi yang kompleks, seperti kasus Mary Jane yang melibatkan berbagai pertimbangan internasional.
“Undang-undangnya sampai sekarang belum ada.Melarang pun tidak, menyuruh juga tidak. Jadi karena itu ini sepenuhnya adalah diskresi dari presiden,” imbuhnya.