Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya Sugiarto, mengungkap bahwa Bupati Indramayu, Lucky Hakim, tampaknya melewatkan salah satu inti pembahasan saat mengikuti kegiatan reflektif di Magelang. Dalam sesi tersebut, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian secara gamblang menekankan larangan bagi para kepala daerah serta wakilnya untuk melancong ke luar negeri tanpa izin resmi dari Kemendagri.
“Waktu retreat disampaikan dengan sangat tegas dan jelas oleh Bapak Menteri Dalam Negeri apa yang menjadi kewajiban dan apa yang dilarang dilakukan oleh kepala daerah. Termasuk sanksi-sanksinya, dijelaskan oleh Pak Menteri waktu itu, sebelum bergeser menuju Parade Senja. Namun Pak Bupati tadi mengakui bahwa beliau melewatkan konsentrasi pada sesi itu seperti tadi,” ujar Bima Arya kepada media, Selasa (8/4/2025), di kantornya.
Retret tersebut sejatinya dirancang sebagai ajang perenungan dan pembekalan bagi para kepala daerah, namun Lucky disebut tak sepenuhnya fokus dalam menyerap materi penting yang berkaitan dengan batasan kewenangan pejabat publik, khususnya dalam hal kunjungan luar negeri.
Proses Pemeriksaan Masih Berjalan
Bima Arya menjelaskan bahwa pihaknya masih menanti hasil pemeriksaan menyeluruh yang kini sedang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri. Menurut peraturan pemerintah, hasil final biasanya keluar dalam jangka waktu maksimal dua pekan, meskipun tidak menutup kemungkinan lebih cepat jika proses berjalan lancar.
“Dalam peraturan pemerintah, jangka waktu adalah 14 hari. Tapi tentu tidak tertutup kemungkinan lebih cepat, itu saja. Ini kan masih belum selesai seperti disampaikan Pak Sekretaris Itjen tadi, masih akan dikembangkan dan 43 itu kan tadi mengait juga ke beberapa pihak yang harus kami konfirmasi lagi,” tutur Bima.
Pemeriksaan kali ini, kata Bima, akan menyisir berbagai aspek, termasuk kemungkinan adanya dana negara yang ikut terpakai dalam perjalanan tersebut, serta potensi penerimaan dari pihak ketiga yang mungkin terkait.
“Terkait misalnya apakah ada penggunaan uang negara di sini dan juga apakah juga ada potensi penerimaan uang dari pihak-pihak tertentu, ini kan harus dikembangkan jadi pemeriksaan ini menyeluruh, menyeluruh, ini yang dilakukan oleh Inspektorat,” tambahnya.
Dihujani 43 Pertanyaan, Lucky Hakim Klarifikasi Soal Jepang
Dalam rangkaian pemeriksaan yang berlangsung sekitar dua jam, Lucky Hakim harus menjawab puluhan pertanyaan yang diajukan tim Itjen Kemendagri. Fokus utamanya berkisar pada rincian perjalanan ke Jepang yang dilakukannya tanpa mengajukan permohonan izin terlebih dahulu.
“Ada sekitar 43 pertanyaan, ada 2 jam-an lebih. Tadi (pertanyaan) terkait tentang berangkat secara umum ya, berangkat ini kapan berangkatnya? lalu fasilitas apa yang saya gunakan,” ujar Lucky.
Lucky juga menyampaikan bahwa liburannya ke Negeri Sakura berlangsung pada 2 hingga 7 April, dan seluruh pembiayaan, menurutnya, berasal dari kocek pribadi, bukan dari anggaran daerah ataupun sumbangan pihak lain.
Sebelumnya, Bima Arya menyampaikan bahwa dalam komunikasi pribadinya dengan Lucky, sang bupati mengaku tak mengajukan izin karena ketidaktahuannya terhadap prosedur yang berlaku.
“Dari komunikasi saya dengan Bupati Indramayu, memang beliau tidak mengajukan izin sepertinya karena tidak memahami prosedur izin perjalanan ke luar negeri,” ungkap Bima Arya.
Melanggar UU Pemerintahan Daerah, Potensi Sanksi Mengintai
Perjalanan luar negeri tanpa restu dari Menteri Dalam Negeri sejatinya melanggar aturan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Pasal 76 ayat 1, disebutkan secara eksplisit bahwa kepala daerah dan wakilnya dilarang bepergian ke luar negeri tanpa izin dari menteri yang berwenang.
Apabila pelanggaran terbukti, ancaman sanksi bisa berupa pemberhentian sementara selama tiga bulan, sebagaimana diatur dalam Pasal 77 ayat 2. Sanksi tersebut dapat dijatuhkan oleh Presiden untuk posisi gubernur/wakil gubernur, dan oleh Menteri Dalam Negeri untuk bupati, wakil bupati, wali kota, serta wakil wali kota.
“Kepala daerah itu wajib mengajukan izin walau dalam masa liburan,” tegas Bima, menggarisbawahi bahwa waktu libur bukan menjadi alasan pembenaran untuk mengesampingkan prosedur formal.