Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan dukungan penuh terhadap upaya aparat kepolisian dalam membongkar kasus kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi di Kabupaten Jepara. Kasus memilukan ini menyeret seorang pemuda berusia 21 tahun, dengan jumlah korban yang telah mencapai 31 anak.
Ketua KPAI, Ai Maryati, menilai bahwa langkah-langkah penyidikan yang dilakukan pihak kepolisian sudah berada di arah yang tepat.
“Ini polisi sudah on the track, dan mari kita lakukan pola-pola penanganan untuk penegakkan hukum dan anak kita diberikan ruang dan waktu,” kata Ai saat dikonfirmasi, Selasa (2/5/2025).
Ai mendorong agar kepolisian tetap menggunakan metode ilmiah dalam menelusuri kasus tersebut. Menurutnya, pendekatan berbasis bukti forensik akan membawa kejelasan secara menyeluruh terhadap praktik kejahatan yang dilakukan oleh pelaku, yang disebut-sebut juga terlibat dalam perdagangan konten pornografi anak.
“Kami ingin penelusuran secara tuntas kejahatan yang dilakukan oleh terduga pelaku ini, anak muda usia di bawah 25 tahun, ini kelihatannya ada arah dia juga jual beli pornografi anak, artinya dengan anak-anak, kita nggak tahu apakah ada usia di atas anak, di atas usia 18 tahun, mohon kepolisian sisir by name by address, terus lakukan scientific investigation,” jelas Ai.
Ia juga menyoroti pentingnya kecepatan penanganan kasus, meski memahami bahwa prosesnya tidak bisa instan. Keterlibatan unsur teknologi dalam kejahatan ini menjadi tantangan tersendiri, terutama terkait penyebaran dan penghapusan jejak digital.
“Ini memang perlu waktu, jadi mohon karena ini kejahatan seksual harus segera, untuk tahu ke mana video yang konon katanya dihapus hapusin ya, dan ada yang diketahui, ini ada 2 data, yang satu diketahui yang satu sudah dihapus. Tapi mohon sekali bahwa korban kekerasan seksual yang dilapisi kejahatan elektronik seperti ini bisa menimbulkan dampak yang tidak mudah, dampak yang sangat buruk terhadap korban,” lanjutnya.
Menurut Ai, efek dari penyebaran konten bermuatan kekerasan seksual terhadap anak ibarat luka yang terus membekas, karena rekam jejak digital sangat sulit dihapus dan berdampak jangka panjang terhadap korban.
“Karena rekam jejak media sangat jahat dan selamanya, ini situasi yang sangat jadi mimpi buruk bagi anak-anak. Harapannya bisa ditemukan di-take down, dan kita paham itu menjadi sebuah kejahatan lainnya yang dilakukan pelaku sehingga tahu sampai mana. Ini akan memberi titik terang bagi kita sejauh mana orang ini lakukan langkah tersebut,” imbuh Ai.
Sebelumnya, Kepolisian Daerah Jawa Tengah telah mengungkap identitas pelaku yang berinisial S, warga Jepara berusia 21 tahun. Dalam konferensi pers yang digelar di lokasi penangkapan, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jateng Kombes Dwi Subagio menyampaikan bahwa jumlah korban meningkat dari data awal.
“Ada perkembangan terbaru ada penambahan. Jadi bukan 21 lagi ada 31 anak di bawah umur yang telah menjadi korban kebejatan pelaku,” ujar Dwi dalam konferensi pers di rumah pelaku, Rabu (30/4).
Ia mengaku prihatin terhadap kasus ini, mengingat aksi pelaku berlangsung cukup lama dan menyasar puluhan anak yang masih berada dalam usia rentan.
“Saya pribadi miris. (Beraksi) Kurang lebih 6 bulan,” pungkasnya.