Teknologi AI Ungkap Kemunculan Kembali Hewan Langka yang Hilang 30 Tahun - Beritakarya.id

Teknologi AI Ungkap Kemunculan Kembali Hewan Langka yang Hilang 30 Tahun

Seekor burung yang hampir lenyap dari padang rumput Australia akhirnya kembali terdeteksi setelah lebih dari tiga dekade menghilang. Burung kelana-tanah (plains-wanderer), yang dikenal sulit ditemukan dan sangat jarang terlihat, berhasil diidentifikasi di wilayah barat Melbourne berkat bantuan kecerdasan buatan (AI). Penemuan ini menandai kemajuan besar dalam upaya konservasi spesies langka.

AI Menjadi Mata dan Telinga Ilmuwan

Untuk melacak keberadaan burung yang memiliki populasi sangat sedikit ini, tim dari Zoos Victoria memasang 35 alat perekam suara, atau disebut sebagai “pengukur lagu,” di sembilan lokasi yang memiliki ekosistem sesuai dengan habitat burung tersebut. Teknologi AI kemudian diterapkan untuk menyaring puluhan ribu jam rekaman dan berhasil mengenali suara khas burung kelana-tanah di dua lokasi berbeda. Hasil ini kemudian diverifikasi oleh para ahli burung, yang memastikan keberadaan spesies langka tersebut.

Koordinator program spesies terancam di Zoos Victoria, Chris Hartnett, mengibaratkan penemuan ini seperti menemukan harta karun yang telah lama terkubur. “Hasilnya seperti menemukan emas,” ujar Hartnett. Zoos Victoria kini bekerja sama dengan pemilik lahan dan pengelola kawasan untuk melindungi habitat burung-burung ini agar tidak semakin terancam.

Spesies Langka yang Bertahan di Tengah Ancaman

Kelana-tanah atau plains-wanderer (Pedionomus torquatus) dahulu banyak ditemukan di kawasan tenggara Australia. Namun, perubahan lanskap akibat aktivitas manusia menyebabkan habitat mereka menyusut drastis. Saat ini, populasi mereka diperkirakan hanya tersisa antara 250 hingga 1.000 ekor di alam liar.

Hartnett mengungkapkan kekagumannya terhadap daya tahan burung-burung ini yang masih bisa bertahan meskipun hanya kurang dari 1% padang rumput asli mereka yang tersisa di Victoria. “Mereka bertahan, meskipun lanskapnya telah berubah cukup drastis,” ujarnya.

Karakter Unik Burung Kelana-Tanah

Dengan tinggi hanya sekitar 15 cm—setara dengan panjang sebuah pensil—dan mata kuning yang lebar, burung ini sering digambarkan memiliki tampilan seperti karakter dalam film animasi. Keunikan lain dari spesies ini terletak pada perilaku mereka yang berlawanan dengan kebanyakan burung lainnya.

“Mereka sangat menawan dan eksentrik. Saat berpacaran misalnya, betina membentuk sayapnya seperti pesawat jet dan mengejar jantan,” ujar Hartnett. Tidak seperti burung pada umumnya, betina dari spesies ini lebih besar, lebih berwarna, dan lebih dominan. Sementara sang betina menguasai wilayahnya, burung jantan justru bertanggung jawab dalam mengerami telur.

Para peneliti berhasil mendeteksi keberadaan burung ini melalui suara khas betina yang berbunyi “oom” atau “boom.” Suara ini terekam oleh alat pemantau yang dikembangkan oleh Museums Victoria Research Institute dan Queensland University of Technology.

Burung kelana-tanah sangat bergantung pada padang rumput terbuka dengan tanah kosong yang minim pepohonan. Mereka memilih habitat yang tidak terlalu lebat dan tidak terlalu jarang—cukup seimbang agar mereka bisa bertahan. “Kami sering menyebut kelana-tanah sebagai ‘spesies goldilocks’,” kata Hartnett, merujuk pada kebutuhan burung ini akan kondisi lingkungan yang “pas” seperti dalam dongeng Goldilocks and the Three Bears.

Burung Unik yang Diburu Pengamat

Ahli burung Tim Dolby menyoroti keunikan spesies ini dari sisi evolusi. Burung kelana-tanah tidak memiliki kerabat dekat yang masih hidup, menjadikannya satu-satunya dalam famili mereka. Keunikan ini membuat spesies tersebut menjadi target utama para pengamat burung dari seluruh dunia.

“Banyak pengamat burung internasional ingin melihat setiap keluarga burung di dunia. Jadi, pada suatu saat mereka harus datang dan mencari burung ini,” ujar Dolby.

Namun, mengidentifikasi burung ini di alam liar bukan perkara mudah. Warna bulunya yang bercorak seperti pusaran kecil atau “vermikulasi” membuat mereka sulit dibedakan dari lingkungan sekitar. Burung betina memiliki dada berwarna merah serta kerah hitam dengan bintik-bintik putih, memberikan perlindungan kamuflase yang sempurna. Saat merasa terancam, mereka lebih memilih diam dan berjongkok, alih-alih terbang menjauh. Strategi ini mungkin efektif untuk menghindari deteksi manusia, tetapi justru membuat mereka rentan terhadap pemangsa seperti rubah.

Langkah Selanjutnya dalam Konservasi

Menurut Dr. Karen Rowe, kurator burung di Museums Victoria Research Institute, teknologi AI yang digunakan dalam pengukur lagu memungkinkan penelitian dilakukan lebih luas tanpa mengganggu habitat burung. Berkat teknologi ini, para ilmuwan dapat melakukan survei di beberapa lokasi sekaligus dengan efisiensi lebih tinggi.

Dengan keberhasilan deteksi di dua lokasi baru—satu di lahan pribadi dan satu di kawasan publik—Zoos Victoria dan tim peneliti berencana untuk memperluas pencarian ke daerah vulkanik di barat Melbourne. Harapannya, populasi burung langka ini bisa terus dipantau dan dilindungi agar tidak semakin menyusut.

Penemuan ini menjadi bukti bahwa teknologi dan konservasi dapat berjalan berdampingan. AI bukan hanya alat bantu dalam dunia modern, tetapi juga bisa menjadi penyelamat bagi spesies yang hampir terlupakan oleh waktu.