Danau Victoria, yang membentang di tiga negara Afrika dan menjadi danau tropis terbesar di dunia, kini menghadapi ancaman serius. Perairan yang dulu jernih perlahan berubah menjadi hijau akibat ledakan alga yang membahayakan ekosistem dan kehidupan jutaan penduduk yang bergantung padanya.
Penyebab Perubahan Warna
Fenomena ini terjadi akibat ledakan pertumbuhan alga beracun, atau dikenal sebagai harmful algal blooms (HAB), yang dipicu oleh proses eutrofikasi. Eutrofikasi terjadi ketika suatu badan air kelebihan nutrisi, menyebabkan lonjakan pertumbuhan alga dan tumbuhan air lainnya. Di Danau Victoria, fenomena ini diperparah oleh aktivitas manusia yang telah berlangsung selama lebih dari satu abad.
Limpasan dari pertanian, limbah domestik, dan pembuangan limbah industri menjadi faktor utama yang menyumbangkan nutrisi berlebih ke dalam danau. Selain itu, pembakaran biomassa dan aktivitas industri turut berkontribusi dengan melepaskan polutan ke atmosfer yang akhirnya mengendap di air.
Perubahan iklim juga memainkan peran dalam memperburuk kondisi ini. “Mekarnya bunga semakin meluas di seluruh dunia karena meningkatnya suhu mendorong pertumbuhan sianobakteri dan curah hujan yang lebih tinggi menyalurkan nutrisi dari lanskap,” jelas para peneliti dari University of Michigan dan Bowling Green State University, seperti dikutip dari The Conversation.
Dampak Serius bagi Kehidupan
Sebagai danau air tawar terbesar kedua di dunia setelah Danau Superior di Amerika Utara, Danau Victoria menjadi sumber utama air bersih bagi lebih dari 47 juta orang. Namun, pertumbuhan alga yang tidak terkendali membuat air ini tidak lagi aman untuk dikonsumsi.
Tim peneliti dari University of Michigan dan Bowling Green State University mengidentifikasi keberadaan Microcystis, sejenis sianobakteri yang berkembang pesat di Teluk Winam, bagian dari Danau Victoria. Bakteri ini menghasilkan mikrosistin, racun berbahaya yang dapat merusak hati dan berpotensi fatal bagi manusia serta hewan. “Ini adalah racun yang merusak hati yang dapat membunuh ternak, satwa liar, dan manusia, terutama mereka yang sistem kekebalannya tidak berfungsi dengan baik,” ujar tim peneliti.
Tidak hanya itu, keberadaan alga ini juga berdampak pada rantai makanan di ekosistem danau. HAB menyebabkan berkurangnya oksigen dalam air, yang berakibat fatal bagi populasi ikan dan organisme lainnya. Studi terbaru menemukan bahwa eutrofikasi telah mengubah ekosistem di Teluk Mwanza secara signifikan dan menjadi faktor utama hilangnya spesies ikan di sana.
Bahkan, beberapa bagian Danau Victoria kini mengalami defisit oksigen yang sangat parah hingga tak lagi bisa mendukung kehidupan. Wilayah-wilayah ini disebut sebagai “zona mati,” menandakan dampak lingkungan yang sudah berada pada tingkat yang mengkhawatirkan.
Langkah Pencegahan dan Solusi
Mengidentifikasi spesies sianobakteri yang menyebabkan HAB dapat membantu ilmuwan dan pemangku kebijakan dalam mencari solusi terbaik untuk mengatasi masalah ini. Studi dari University of Michigan dan Bowling Green State University telah berhasil mengidentifikasi jenis sianobakteri yang paling berbahaya di Teluk Winam serta tingkat produksi racunnya.
Dengan informasi ini, otoritas setempat dapat mengeluarkan peringatan dini kepada masyarakat saat ledakan populasi alga beracun terdeteksi. Selain itu, pencegahan jangka panjang juga perlu dilakukan dengan mengurangi dampak perubahan iklim, menerapkan sistem pengelolaan air yang lebih ketat, serta mendorong praktik pertanian yang lebih berkelanjutan.
Langkah-langkah seperti reboisasi, pengelolaan limbah yang lebih baik, dan perlindungan lahan dari eksploitasi berlebihan juga menjadi kunci dalam mencegah masuknya nutrisi berlebih ke dalam danau.
Danau Victoria bukan hanya sekadar bentangan air raksasa, melainkan juga jantung kehidupan bagi jutaan orang. Jika tidak ada tindakan segera, perubahan warna ini bisa menjadi awal dari bencana lingkungan yang lebih besar. Oleh karena itu, upaya kolektif dari berbagai pihak sangat diperlukan demi menyelamatkan ekosistem dan kehidupan yang bergantung padanya.