Sebagai mahakarya geologi yang menjulang di barat laut Tiongkok, Pegunungan Pelangi atau Rainbow Mountains bukan sekadar tumpukan batu biasa. Warna-warna cerah yang menyelimuti barisan bukit ini bak cipratan cat pada kanvas langit, seolah-olah tangan raksasa telah melukisnya dengan sapuan kuas penuh imajinasi.
Formasi geologis nan memesona ini berdiri gagah di kaki Pegunungan Qilian, sebuah kawasan yang berbatasan dengan sejarah geologi purba. Menurut pengamatan NASA Earth Observatory, struktur alam ini kemungkinan besar mulai terbentuk pada masa yang bersamaan dengan lahirnya Himalaya, sekitar 50 juta tahun silam—saat bumi berguncang hebat akibat pertemuan dua lempeng besar: India dan Eurasia.
Tanah datar yang pernah tenang seperti permadani, perlahan terangkat dan berkerut menjadi barisan tajam bak gelombang batu, saat dua lempeng dengan bobot serupa bertubrukan. Karena keduanya memiliki massa batuan yang seimbang, tak satu pun bisa menyusup ke bawah yang lain—fenomena ini menyebabkan tidak terbentuknya zona subduksi, sebagaimana dijelaskan oleh US Geological Survey.
Namun, corak pelangi yang kini menghiasi lanskap Zhangye ternyata sudah mulai tercipta jauh sebelum tumbukan besar itu terjadi. Menurut Science Alert, motif-motif warna yang menyerupai lapisan kue lapis tersebut berakar dari proses endapan jutaan tahun lalu.
Gunung Pelangi terbentuk dari batu pasir dan batu lanau—jenis batuan sedimen hasil pengerasan alami dari butiran pasir dan lumpur yang saling merekat erat selama era yang panjang. Setiap lapisan warna pada pegunungan ini memiliki karakter kimia unik yang membedakan satu dengan lainnya, menciptakan corak alami yang tampak seperti hasil seni abstrak.
Sebagaimana diungkapkan dalam artikel Forbes tahun 2016, “garis-garis merah tua kaya akan oksida besi, lapisan kuning mengandung banyak besi sulfida, dan garis-garis hijau mengandung lebih banyak klorit dan silikat besi.”
Proses pewarnaan alami ini bermula dari air tanah yang mengalir melalui celah-celah mikroskopik di antara butiran pasir dan lanau. Air tersebut membawa serta mineral-mineral jejak seperti besi dan silika, yang kemudian menempel dan melapisi setiap butiran, merekatkannya menjadi satu dan menyematkan warna yang khas.
Jika tidak terjadi dorongan luar biasa dari tabrakan lempeng bumi, lapisan warna tersebut mungkin akan tetap tersembunyi jauh di bawah tanah. Tetapi dorongan tektonik menyingkap lapisan-lapisan ini seperti membuka halaman-halaman buku geologi raksasa, lalu erosi dari angin dan air memahatnya, menyapu sedimen penutup hingga pola warna menjadi terlihat jelas di permukaan.
Uniknya, kawasan ini hampir bebas vegetasi, sehingga tak ada tanaman yang menutupi keelokan warnanya. Pemandangan ini membuat para pelancong serasa memasuki dunia lain—sebuah negeri dongeng berwarna merah, kuning, hijau, dan oranye.
Kini, Pegunungan Pelangi menjadi destinasi wisata ikonik di China. Wilayah tersebut dilindungi sebagai bagian dari Taman Nasional Zhangye Danxia, namun pengunjung tetap dapat menikmati keindahannya melalui jalur pendakian yang dilengkapi tangga serta dek pengamatan dari kayu yang kokoh.