Selama ini, pergantian antara terang dan gelap di Bumi diketahui sangat berpengaruh terhadap perilaku berbagai makhluk hidup, termasuk fauna. Namun, sebuah penelitian terbaru mengungkapkan bahwa flora—yang selama ini tampak diam dan tak bergerak—juga menunjukkan respons luar biasa terhadap perubahan cahaya ekstrem, seperti saat gerhana Matahari.
Gerhana bukan sekadar fenomena astronomis yang menakjubkan, tetapi juga semacam “alarm langit” yang diam-diam memicu respons di antara para penghuni hutan. Inilah yang diamati oleh para ilmuwan saat gerhana Matahari melintasi hutan Costa Bocche di kawasan Dolomit, Italia, pada 25 Oktober 2022.
Sinyal Sunyi dari Pohon Cemara
Para peneliti menyematkan sensor-sensor sensitif pada pohon cemara (Picea abies) di area hutan tersebut untuk merekam sinyal listrik internal yang dikenal sebagai potensi bioelektrik—yakni perbedaan tegangan listrik antara bagian dalam dan luar sel tumbuhan, yang timbul karena pergerakan ion di dalam tubuh pohon.
Mereka mengamati bahwa sinyal listrik ini bukan hanya berubah saat gerhana berlangsung, melainkan mulai menunjukkan pola sinkronisasi beberapa jam sebelumnya. Temuan ini diibaratkan seperti sekumpulan alat musik orkestra yang perlahan menyelaraskan nada sebelum tampil di atas panggung gelap.
“Pohon cemara tidak hanya merespons gerhana Matahari, mereka secara aktif mengantisipasinya, dengan menyinkronkan sinyal biolistrik mereka berjam-jam sebelumnya.”
Respons Kolektif Seperti Makhluk Hidup Tunggal
Penelitian ini dipimpin oleh Profesor Alessandro Chiolerio dari Italian Institute of Technology dan Profesor Monica Gagliano dari Southern Cross University Australia, dengan melibatkan tim ilmuwan dari berbagai negara. Tujuan mereka sederhana namun revolusioner: menjawab apakah pepohonan menunjukkan reaksi kolektif terhadap gerhana, sebagaimana hewan yang berkumpul atau bahkan manusia yang terkesima dalam kekaguman bersama.
Para ilmuwan memasang elektroda pada tiga pohon sehat dan lima tunggul pohon mati, masing-masing di posisi pencahayaan yang berbeda—ada yang terpapar sinar penuh, ada pula yang sepenuhnya di tempat teduh. Dengan memonitor arus mikro listrik dari akar hingga cabang, mereka berhasil membangun gambaran bagaimana satu pohon ‘berbicara’ pada lainnya lewat getaran listrik hening.
“Gerhana Matahari terjadi saat Bulan berada di antara Matahari dan Bumi, sehingga cahaya Matahari tertutup seluruhnya atau sebagian.”
Tua Menuntun Muda: Transfer Pengetahuan Ekologis?
Hasil pengamatan mengungkap bahwa dua pohon tertua menunjukkan reaksi paling awal, seolah mereka sudah memahami pola alam ini dari pengalaman sebelumnya. Respons mereka tampak lebih terstruktur dibandingkan pohon muda, yang baru merespons saat gerhana mendekati puncaknya. Dalam istilah lain, ini bisa dianalogikan seperti para tetua desa yang lebih dahulu waspada akan datangnya badai ketimbang anak-anak muda yang masih belajar membaca tanda alam.
“Dua pohon yang lebih tua dalam penelitian ini memiliki respons awal yang jauh lebih jelas terhadap gerhana yang akan datang daripada pohon yang muda.”
Selain itu, ditemukan adanya gelombang listrik yang menyebar antarpohon, layaknya sebuah ‘sinyal’ yang ditransmisikan dari individu ke individu lainnya. Ini mengindikasikan kemungkinan mekanisme komunikasi jarak jauh, sejenis sinyal Morse alami yang membantu vegetasi bersatu merespons perubahan lingkungan ekstrem.
“Para ilmuwan juga mendeteksi gelombang biolistrik yang bergerak di antara pepohonan. Hal ini menunjukkan bahwa pohon yang lebih tua dapat menularkan pengetahuan ekologisnya kepada pohon yang lebih muda.”
Bahkan Tunggul Masih Memberi Tanda Hidup
Yang mengejutkan, tunggul pohon—yang dianggap sebagai sisa kehidupan—juga menunjukkan perubahan sinyal, meskipun dalam kadar yang lebih kecil. Fenomena ini mengindikasikan bahwa tunggul masih menyimpan ‘denyut kehidupan’ dan berpotensi menjadi simpul jaringan komunikasi bawah tanah hutan.
Hutan Sebagai Makhluk Kolektif
Tim peneliti memperkuat temuannya dengan simulasi berbasis teori medan kuantum, menunjukkan bahwa respons biolistrik pepohonan saling berhubungan seperti tubuh tunggal. Ini menambah dimensi baru pada pemahaman kita terhadap hutan—bukan sekadar kumpulan individu, tetapi jaringan kolektif yang hidup dan saling terhubung.
“Hal ini menunjukkan adanya reaksi kohesif seperti organisme pada skala hutan.”
Pentingnya Menjaga Hutan Tua
Temuan ini memperkuat urgensi pelestarian hutan-hutan tua, yang kini terlihat tidak hanya sebagai penampung karbon atau pelindung biodiversitas, tetapi juga sebagai ‘pustaka hidup’ dari pengetahuan ekologis. Melindungi mereka sama artinya dengan menjaga sistem komunikasi dan pertahanan alami Bumi.
“Perilaku ini pada akhirnya dapat memengaruhi ketahanan, keanekaragaman hayati, dan fungsi keseluruhan ekosistem hutan, dengan membantunya mengatasi perubahan yang cepat dan tidak dapat diprediksi.”