Seorang pria asal Wisconsin, Amerika Serikat, menempuh jalan ekstrem yang tak lazim demi menyelamatkan nyawa manusia dari bahaya mematikan: bisa ular. Ia bukan hanya menjadi objek penelitian, tapi juga menjelma sebagai ‘laboratorium hidup’ yang menghasilkan harapan baru dalam dunia pengobatan modern.
Namanya Tim Friede, seorang penggila herpetologi yang rela tubuhnya menjadi medan eksperimen. Selama lebih dari dua dekade, ia membiarkan dirinya digigit oleh ular-ular paling beracun di muka bumi — mulai dari mamba, kobra, taipan, hingga krait. Tak hanya itu, ia pun secara berkala menyuntikkan bisa ular yang telah diencerkan ke dalam tubuhnya. Total, lebih dari 200 gigitan dan 700 suntikan racun telah ia hadapi.
Langkah nekat ini bukan semata soal adrenalin atau kegilaan. Di balik tindakan ekstrem tersebut, terdapat satu tujuan besar: membangun sistem kekebalan tubuh yang mampu menghasilkan antibodi terhadap racun ular. Antibodi inilah yang kemudian dilirik para peneliti sebagai bahan dasar pengembangan obat super, yakni serum penawar yang bisa menetralisir bisa dari 19 jenis ular berbeda.
Tim memulai eksperimen pribadinya sejak awal tahun 2000-an. Dengan disiplin tinggi, ia menaikkan dosis racun secara bertahap — seperti seseorang yang melatih ototnya sedikit demi sedikit, agar tubuhnya terbiasa dan kuat menghadapi serangan berbisa. “Itu hanya menjadi gaya hidup dan saya terus mendorongnya sekuat tenaga saya untuk orang-orang yang jauh dari saya dan mati karena gigitan ular,” ujarnya.
Dalam perjalanannya, Tim nyaris kehilangan nyawa akibat gigitan kobra Mesir yang membuatnya koma selama empat hari. Namun insiden itu tak memadamkan semangatnya. Justru, tubuhnya secara bertahap mulai memproduksi antibodi alami yang mampu menetralkan berbagai neurotoksin.
Potensinya menarik perhatian Centivax, perusahaan bioteknologi yang meneliti solusi inovatif terhadap ancaman biologis. CEO mereka, Jacob Glanville, menyatakan: “Pendonor itu selama hampir 18 tahun menjalani ratusan gigitan dan imunisasi diri dengan dosis meningkat dari 16 spesies ular sangat mematikan yang biasanya dapat membunuh seekor kuda.”
Setelah Tim setuju terlibat dalam proyek ilmiah, darahnya diambil dan diuji. Dari situ, para ilmuwan mengekstrak antibodi yang terbukti dapat menetralisir racun dari banyak spesies ular mematikan sekaligus. “Yang menarik dari pendonor tersebut adalah riwayat kekebalannya yang unik dan hanya terjadi sekali seumur hidup. Ia tidak hanya berpotensi menciptakan antibodi penetral yang luas, dalam kasus ini antibodi tersebut dapat menghasilkan antiracun berspektrum universal,” lanjut Jacob.
Dalam serangkaian uji coba pada hewan laboratorium, antibodi dari darah Tim berhasil memberikan perlindungan penuh terhadap racun dari 13 spesies ular dan perlindungan sebagian pada enam sisanya. Ini adalah capaian luar biasa, mengingat serum tradisional yang dibuat dari kuda seringkali menimbulkan reaksi alergi dan hanya spesifik untuk satu atau dua jenis racun.
Steven Hall, seorang akademisi dari Universitas Lancaster di Inggris, menambahkan: “Jika berhasil di klinik, berhasil digunakan pada manusia dalam jangka panjang, itu akan menjadi revolusioner. Itu benar-benar akan mengubah dalam hal pengobatan gigitan ular.”
Perlu diketahui, gigitan ular masih menjadi ancaman nyata di berbagai belahan dunia, terutama di negara-negara berkembang. Data global mencatat bahwa sekitar 200 orang meninggal setiap hari karena gigitan ular, sementara lebih dari 400 ribu lainnya mengalami cacat permanen.
Kini, darah seorang pria yang dulu nyaris tewas karena bisa ular, justru berpotensi menjadi penyelamat ribuan — bahkan jutaan — nyawa di masa depan. Sebuah kisah nyata yang menunjukkan bahwa dalam tubuh yang pernah diracuni berkali-kali, bisa saja tersimpan kunci penyembuh bagi dunia.